SOSIALISASI
PESERTA DIDIK
Makalah
ini disusun guna Memenuhi Tugas Kelompok
Mata
kuliah: Sosiologi Pendidikan
Dosen
Pengampu: Drs. Nur Hamidi
Disusun
Oleh : V-PAI C
1.
Chichi ‘Aisyatud Da’watiz Zahroh 10410006
2.
Purwanti 10410021
3.
Syarifuddin Musthofa 10410029
4.
Dwi Noventi 10410034
5.
Yuni Nafisah 10410037
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
Universitas
Islam Negeri SUNAN KALIJAGA
TAHUN
2012
PENDAHULUAN
Masalah
yang berkaitan dengan sosiologi pendidikan sangat berkaitan sekali dengan
peserta didik. Usia peserta didik (anak) merupakan usia terpenting dalam
sosialisasi. Keluarga yang sangat dekat dengan anak menjadi sangat berperan
dalam hal ini.
Dan pada umumnya peserta didik mempunyai
interaksi yang rendah saat pertama atau awal masuk sekolah atau kampus. Mereka
yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda harus melakukan sosialisasi
yang sangat penting dilakukan untuk tahap selanjutnya dalam proses penerimaan
pembelajaran bahkan pada proses tahapan sosialisasi selanjutnya.
Berbagai masalah yang timbul dari dalam
peserta didik maupun dari luar merupakan suatu problematika yang harus
diselesaikan dengan berbagai solusi pula. Dengan adanya sekolah yang merupakan
lembaga formal yang terbentu dari masyarakat yang modern, diharapkan dapat
meningkatkan kepribadian peserta didik melalu peningkatan intensitas dan
kualitas pendidikan budi pekerti.
Maka dari itu, makalah ini akan
dijelaskan tentang konsep sosialisasi secara umum dan sosialisasi peserta didik
secara khususnya dan hal yang berkaitan dengan hal itu.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sosialisasi
1. Kimball
Young
Soisalisasi merupakan
hubungan interaktif dimana seorang dapat mempelajari kebutuhan sosial dan
kultural yang menjadikan sebagai anggota masyarakat.
2. Thomas
Ford Hoult
Sosialisasi merupakan
proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar dalam
kebudayaan suatu masyarakat.
3. S.
Nasution
Sosialisasi merupakan
proses bimbingan individu ke dalam dunia sosial.[1]
4. Paul
B. Horton dan Chester L.Hunt
Sosialisasi suatu
proses dengan mana seseorang menghayati (mendarahdagingkan, internalize)
norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbullah “diri” yang unik.
5. David
B. Brikerhoft dan Lynn K. White
Sosialisasi sebagai
“suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan untuk
keikutsertaan (partisipasi) dalam instuisi sosial.
6. James
W. Vander Zanden
Sosialisasi sebagai
“suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap,
nilai, dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partsioasi) efektif dalam
masyarakat.
Dapat disimpulkan bahwa
sosialisasi adalah:
1. Tentang
proses yaitu suatu transmisi pengetahuan, sikap, nilai, norma, dan perilaku
esensial.
2. Tentang
tujuannya yaitu sesuatu yang diperlukan agar mampu berpartisipasi efektif dalam
masyarakat.[2]
Secara
singkatnya sosialisasi merupakan suatu proses belajar kepada sesorang agar
dapat mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan masyarakat, agar nanti
dapat hidup di masyarakat dengan layak.[3]
B.
Jenis
Sosialisasi
1.
Sosialisasi
berdasarkan kebutuhan
Ada dua yaitu:
a.
Sosialisasi
primer
Menunjuk
pada suatu proses melaluinya seorang manusia mempelajari atau menerima
pengethuan, sikap, nilai, norma, perilaku esensial, dan harapan agar mampu
berpartisipasi efektif dalam masyarakat dan atau menjadi anggota masyarakat.
Sosialisasi ini terjadi semenjak usia dini anak-anak agar terhindar dari
kelumpuhan berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
b.
Sosialisasi
sekunder
Setiap
proses selanjutnya yang mengimbas individu yang telah disosialisasikan itu ke
dalam sektor-sektor baru dari dunia obyektif masyarakatnya.
Sosialisasi
sekunder disebut pula resosialisasi (sosialisasi kembali), yaitu suatu proses
mempelajari norma, nilai, sikap, dan perilaku baru agar sepadan dengan situasi
baru yang mereka hadapi dalam kehidupan. Resosialisasi terjadi bagi orang yang
akan memainkan peran baru. Contohnya, orang yang bersalah dan dimasukkan dalam
penjara, setelah bebas, ini dikatakan sebagai proses resosialisasi yang berasal
dari proses pencabutan diri (desosialisasi).[4] Menurut
Henslin, ada 2 macam resosialisasi:
-
Resosialisasi yang bersifat lembut
-
Resosialisasi yang bersifat sangat kuat
.[5]
2.
Sosialisasi
berdasarkan cara yang dipakai
Sosialisasi
Represif
|
Sosialisasi
Partisipatoris
|
1. Menghukum perilaku yang keliru
2. Hukuman dan imbalan material
3. Kepatuhan anak
4. Komunikasi sebagai perintah
5. Komunikasi non verbal
6. Sosialisasi berpusat pada orang tua
7. Anak memperhatikan kepentingan orang tua
8. Keluarga merupakan significant other
|
1. Memberi imbalan bagi pelaku yang baik
2. Hukuman dan imbalan simbolis
3. Otonomi anak
4. Komunikasi sebagai interaksi
5. Komunikasi verbal
6. Sosialisasi yang berpusat pada anak
7. Orang tua memperhatikan keperluan anak
8. Keluarga merupakan generalized other
|
3.
Sosialisasi
berdasarkan keberadaan perencanaan
Terencana
|
Tidak
terencana
|
-
Sosialisasi dilakukan atas dasar
rencana yang berkelanjutan dan sistematis
-
Ditemukan dalam dunia pendidikan
formal (sekolah) dan non formal (kursus dan pelatihan)
|
-
Suatu proses interaksi yang
terjadi dalam masyarakat.
-
Ditemukan dalam keluarga dan
masyarakat (orang tua, teman sebaya, anggota senior masyarakat) [6]
|
C.
Agen
Sosiologi atau Media Sosialisasi
1. Keluarga
Merupakan orang pertama
yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup
manusia adalah anggota keluarga. Orang tua atau keluarga harus menjalankan
sosialisasi. Fungsi sosialisasi merupakan suatu fungsi yang berupa peranan
orang tua dalam pembentukan kepribadian anak. Fungsi sosialisasi menunjukkan
pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi ini,
keluarga berusaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya dengan
memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai
yang dianut dalam masyarakat, serta mempelajari peranan yang diharapkan dan
dijalankan mereka kelak.
2. Sekolah
(teman sepermainan)
Merupakan lingkungan
sosial kedua bagi anak setelah keluarga, dalam kelompok ini akan menemukan
berbagai nilai dan norma yang berbeda bahkan bertentangan dengan nilai-nilai
yang dianut dalam keluarga. Melalui lingkungan sekolah dan teman sebaya anak
mulai mengenal harga diri, citra diri, dan hasrat pribadi.
3. Lingkungan
kerja
Merupakan proses sosialisasi
lanjutan. Tempat kerja seorang mulai berorganisasi secara nyata dalam suatu
sistem. Sejumlah hal yang perlu dipelajari dalam lingkungan kerja, misalnya
bagaimana menyelesaikan pekerjaan, bagaimana bekerja sama dengan bagian lain,
dan bagaimana beradaptasi dengan rekan kerja.
4. Media
massa
Merupakan sarana dalam
proses sosialisasi kara media banyak memberikan informasi yang dapat menambah
wawasan untuk memahami keberadaan manusia dan berbagai permasalahan yang ada di
lingkungan sekitar. Media massa merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk
mendapatkan informasi, melalui media, seorang dapat mengetahui keadaan dan
keberadaan lingkungan dan kebudayaan, sehingga dengan informasi tersebut dapat
menambah wawasan seseorang.[7]
5. Kelompok
teman sebaya (Peer Group)
Merupakansuatu kelompok
dari orang-orang seusia dan memiliki status yang sama, dengan siapa seseorang
umumnya berhubungan atau bergaul (Horton dan Hunt, 1987: 115)
6. Agama
Di seluruh dunia kata
Henslin (2008: 164), agama memberikan jawaban pada pertanyaan yang
membingungkan mengenai makna kehidupan sebenarnya, seperti tujuan hidup,
mengapa manusia menderita, dan eksistensi kehidupan di alam akhirat.
7. Lingkungan
tempat tinggal
Di Indonesia dikenal
paling sedikit dua lingkungan tempat tinggal:
a. Kompleks
perumahan: suatu lingkungan tempat tinggal yang tertata dengan rapi dan
terencana dibandingkan dengan perkampungan, yang dilihat sebagai tempat tinggal
yang berkembag secara alamiah dan relatif lebih homogen secara sosial dan
budaya dari penghuninya.
b. Kompleks
perumahan: biasanya berasal dari kelompok kelas menengah bawah, cenderung
memilih tinggal di tempat di mana mereka berasal, yaitu perkampungan, karena
disana keluarga besar mereka juga tinggal sehingga mereka bisa menitipkan anak
mereka kepada keluarga besar mereka tersebut.
D.
Tahapan
Sosiologi Perkembangan Kepribadian
1.
(CHARLES H.
COOLEY)
Looking Glass Self (Cermin Diri) terbentuk melalui:
a.
Anda
membayangkan bagaimana Anda tampak bagi mereka di sekeliling kita.
b.
Anda
menafsirkan reaksi orang lain.
c.
Anda
mengembangkan suatu konsep diri.[8]
2.
George Herbert
Mead : Tahapan Perkembangan Diri
a.
Tahap
Prepatory (tahap playstage)
Seorang anak belajar mengambil perspektif orang lain yang dianggap sesuai
dengan kebutuhan hidupnya dan melihat dirinya sebagai objek.
b.
Tahap
pertandingan (game stage)
Seorang anak tidak hanya mengetahui peran yang dimainkannya, melainkan
juga peran yang harus dimainkan orang lain denga siapa dia melakukan interaksi.
c.
Perkembangan
lanjutan (the generalized other)
Anak mampu mengontrol perilakunya sendiri menurut peran umum yang
bersifat impersonal, yang didalamnya terdapat harapan dan starndar komunitas
(masyarakat keseluruhan) berupa kebiasaan, pola normatif atau ideal abstrak,
atau nilai universal.
3. Sigmund
Freud: Tiga Unsur diri
Tiga unsur diri itu
adalah:
a. Id
(bawaan lahir atau naluriah)
Merupakan pusat nafsu
dan dorongan yang bersifat naluriah dan asosial, rakus dan antisosial untuk
mencari kepuasan diri.
Contoh: perhatian,
keselamatan, makanan dan seks.
b. Superego
(tuntutan masyarakat)
Merupakan unsur diri
yang bersifat sosial dan kompleks dari cita-cita dan nilai sosial yang dihayati
seseorang dan membentuk hati nurani (conscience). Superego mewakili kebudayaan
dalm diri sesorang, norma, nilai yang telah kita internalisasi dari kelompok
sosial seseorang.
Contoh: rasa bersalah
atau malu ketika seseorang melanggar aturan sosial atau adat atau sebaliknya.
c. Ego
Merupakan unsur diri
yang bersifat sadar dan rasional yang merupakan penyeimbang antara id dan
superego.
Contoh: seseorang yang
tidak mampu menyesuaikan diri makan orang tersebut mengalami kebingungan
internal dan perilaku bermasalah.[9]
E. Sosialisasi
Peserta Didik di Sekolah
Anak
berinteraksi dengan guru-guru (pengajar) beserta bahan-bahan pendidikan dan pengajaran,
teman-teman peserta didik lainnya, serta pegawai-pegawai tata usaha. Ia
memperoleh pendidikan formal (terprogram dan terjabarkan dengan tetap) di
sekolah berupa pembentukan nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan sikap
terhadap bidang studi/ mata pelajaran. Akibat bersosialisasi dengan pendidikan
formal, terbentuklah kepribadiannya untuk tekun dan rajin belajar disertai
keinginan untuk meraih cita-cita akademis yang setinggi-tingginya. Sebaliknya
akibat berinteraksi dengan teman-teman sekolahnya yang kurang tertib
sekolanhya, pembolos, malas belajar, dan sebagainya, dan kurang dapat
mengendalikan diri untuk mengatasi sikap-sikap yang tidak akademis, maka
terpengaruhlah kepribadiannya menjadi kurang/ tidak produktif dalam belajar.
Akibatnya prestasi akademisnya merosot, sampai tidak tamat/ putus.[10]
l Sebagai proses sosialisasi anak,
sekolah memiliki peranan sebagai:
a. Transmisi
kebudayaan
Norma-norma,
nilai-nilai dan informasi melalui pengajaran secara langsung. Misal,
sifat-sifat warga negara yang baik.
b. Mengadakan
kumpulan sosial
Perkumpulan pramuka,
olahraga dan lain-lain.
c. Memperkenalkan
anak dengan tokoh teladan
Misal, guru.
d. Menggunakan
tindakan positif
Seperti pujian, hadiah
dan sebagainya.[11]
l
Sedangkan nilai-nilai yang disosialisasikan kepada anak di sekolah adalah:
a. Nilai
kemandirian dan tanggung jawab pribadi peserta didik terhadap tugas dan
pekerjaan yang diberikan.
b. Nilai
tentang prestasi.
c. Nilai
universalisme
Perlakuan yang sama
pada setiap orang.
d. Nilai
spesifitas, kebalikan dari nilai kekaburan,
Di sekolah seseorang
ditanggapi atau ditangani secara spesifik terhadap aya yang dikerjakannya.[12]
Kendati demikian, ketika anak sudah
masuk sekolah bukan berarti tugas orang tua sudah berakhir membimbing dan
mendidik anaknya.
l Beberapa pengaruh sosialisai anak:
1. Sifat
dasar
2. Lingkungan
prenatal (lingkungan dalam kandungan ibu)
3. Perbedaan
individual
4. Lingkungan
alam
5. Motivasi-motivasi
l metode yang
digunakan dalam memengaruhi sosialisasi anak:
1. Metode
ganjaran dan hukuman
2. Metode
didacting teaching.
Metode yang
mengutamakan pengajaran kepada anak tentang berbagai macam pengetahuan dan
keterampilan.
3. Metode
pemberian contoh
Proses
sosialisasi anak didik juga dipengaruhi oleh pendidik. Pendidik bertanggung
jawab terhadap pentingnya memahami beragam latar belakang sosial anak didik
yang sedapat mungkin menghindari, baik sengaja maupun tidak sengajar, terhadap
perlakuan diskriminasi atau mengabaikan potensi anak didik yang berlatar
belakang sosial ekonomi, budaya, agama, etnis dan politik dari keluarga anak
didik. Anak didik tanpa terkecuali, didorong dan dibimbing dengan optimal agar
mereka memiliki kesempatan yang sama dan optimal dalam proses pembelajaran. [13]
PENUTUP
Kesimpulan
Sosialisasi
terjadi sepanjang hidup, mulai dari lahir sampai ajalnya tiba. Proses
sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu proses akomodasi, dengan nama
individu menghambat atau mengubah impuls-impuls dalam dirinya dan mengambil
alih cara hidup atau kebudayaan masyarakat. Dalam proses ini, individu
mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan tingkah laku dan semua sifat dan
kecakapan yang dipelajari dalam proses sosialisai itu disusun dan dikembangkan
sebagai suatu kesatuan sistem dalam diri.[14]
Sekolah
sebagai lembaga formal telah mensosialisasikan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat. Sehingga sekolah dipandang sebagai tempat yang menjadi transisi
dari kehidupan keluarga ke dalam kehidupan masyarakat.
Keluarga, lingkungan kerja, agama,
media massa, lingkungan tempat tinggal menjadi agen sosialisasi yang penting
untuk menjadikan anak didik yang sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Damsar.
2012. Pengantar Sosiologi Pendidikan.
Jakarta: Kencana.
H. Gunawan, Ary. 2000. Sosiologi Pendidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
H. Gunawan, Ary. 2005. Sosiologi
Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Idi, Abdullah. 2011.
Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
[1] Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2011) hal.99-100
[2] Prof. Damsar, Pengantar
Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), hal. 65-66
[3] Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 99.
[4] Prof. Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan.....Opcit.,
hal 66-68
[5] Nur Hamidi, Handout Sosiologi Pendidikan 2012
[6] Prof. Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan.....Opcit.,
hal 68-69
[7] Abdullah Idi, Sosiologi
Pendidikan, Opcit., hal. 112-113
[8] Prof. Damsar. Sosiologi pendidikan, Opcit., hal. 81
[9] Prof. Damsar. Sosiologi pendidikan, Opcit., hal.81-85
[10] Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi
Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 57-58
[11] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan., Opcit., hal. 107
[12] Prof. Damsar. Sosiologi pendidikan, Opcit., hal. 73-74
[13] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan., Opcit., hal. 108-115
[14] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan., Opcit., hal 103
Tidak ada komentar:
Posting Komentar