“aku katakan tidak untuk hal ini, jangan selalu salahkan aku...apakah aku yang salah telah mempermainkan Bulan??”tegasku.
“Kau selalu salah san, kenapa anak kecil yang baru semester 1 kau jadikan korban pelampiasanmu terhadap Helli. Apa sebenarnya maksudmu??suara Dul terdengar memberontak.
“bukan itu Dul, setiap kali aku melihat Bulan, aku merasa mencintai dan ingin memlikinya. Padahal aku juga sadar kalau aku sudah mempunyai Helli, aku kembali memberontak.
“kau benar-benar keterlaluan Man. Sekarang lihat apa akibat perbuatanmu, Bulan sekarang di Rumah Sakit. Itu gara-gara ulahmu. Kau menjanjikan ini, itu, ini, itu. Sampai-sampai Bulan berani mempertaruhkan semuanya untukmu. Di saat hujan deras dia rela membawakan makalahmu yang kau menyuruh mencetaknya dan datang kekostmu. Padahal rumahnya jauh dari kostmu Man. Dia gagar otak setelah menabrak pembatas jalan. Itu karena kau menyuruh Bulan cepat-cepat mengantar makalahmu.”mata Dul berkobar dan melotot ke depan mataku dan memarahiku.
“sudah Dul, jangan buat aku menyesal seperti ini. Sudah-sudah..... aku mau pulang dulu. Mau istirahat.
Aku berlalu ke tempat parkiran dan menjauhi pandangan Dul yang selalu menyalahkan aku. Memang aku salah, tapi tidak sepenuhnya aku salah. Dul yang selama ini menjadai sahabat terbaikku sekarang membuatku frustasi yang terkesan membela Bulan. Aku memang tidak ingin disalahkan dan tak ingin disalahkan selamanya.
Aku tak mau tahu. Aku memang sekarang terlalu egois. Tapi biarlah, semua ini akan baik-baik saja. Memang aku terlalu percaya diri dan itulah aku. Tapi biarlah, ini pasti hanya sebentar.
Esoknya aku kuliah dengan keadaan yang lebih baik daripada hari dimana Dul memarahiku. Dan aku naik ke lantai tiga. Tanpa aku bertemu dengan pacarku, Helli. Dengan suara halus aku menyapa dia dan menggandeng tangannya. Tapi apa yang terjadi, seperti halnya sinetron di TV yang sering dilihat Ibuku, dia menampar pipiku yang mulus dan menuangkan sebotol air putih dan mengucapkan kata “dasar laki-laki tidak tahu malu”.......
Kata-kata itu seperti bom nuklir menimpa kepalaku. Seorang perempuan yang selama ini aku puja-puja dan selalu mencinta aku, bersikap saneh itu padaku. Sungguh aku benar-benar menjadi gila. Pacarku sendiri mengatakan aku tidak tahu malu. Rasanya aku ingin pergi ke pantai dan menceburkan diriku ke ombak yang sangat besar, rasanya ingin mati saja dan terombang-ambing dalam denyutan lautan yang tak begitu jelas.
Pelajaran pak Mishbah aku ikuti dengan bayangan yang kabur. Antara harus sedih atau gila. Tentang Bulan? Tentang sikap pacarku sendiri. Tentang aku yang jarang kuliah.
Tanpa pikir panjang, aku tidur tanpa perasaan bersalah dan tidak memikirkan ceramahnya pak Mishbah tentang mata kuliah Pkn yang membosankan itu.
Sampai kost, aku menemukan Ibuku yang memandangku dengan pandangan yang lebay.
“Ibu kenapa kesini???tanyaku dengan suara sok lembut.
“seharusnya Ibu yang harus bertanya. Kenapa kamu tidak cerita masalah ini. Malah Dul yang cerita semuanya tadi. Langsung saja Ibu siap-siap dan pergi ke terminal untuk datang ke Yogyakarta. Ibu benar-benar kecewa. Kamu telah mempermainkan seorang hati perempuan. Kamu yang jarang kuliah. Apa Ibu bisa berpikir tenang karena kelakuanmu seperti ini??? Ibu tiap malam selalu mendoakan kamu agar kamu kuliah yang bener. Tapi hasilnya seperti ini. Apalagi dengan siapa namanya itu, Bintang...Bul...bul.”
“Bulan Ibu”
“Ya, Bulan. Kamu apakan Bulan sampai dating ke Rumah Sakit. Kau menghianati cintanya. Ayo sekarang kita menemuai Bulan. Ibu mau minta maaf atas semuanya”
“tidak mau Ibu, Ibu sendiri saja yang kesana. Firman males.....
“ya sudah, Ibu saja yang kesana. Firman disini saja.
Dengan semangat 45 Ibu berdiri dan pergi.
“jangan bu, biar Firman antarkan.”kataku dengan suara yang lantang.
Setengah jam aku sampai di RS Dr. Sarjito.
Aku ketempat receptionis untuk menanyalkan kamar Bulan.
Akhirnya kutemukan. Aku masuk dengan Ibuku.
Dan wezzzzzzzzzzzzzzz............
Tiba-tiba Bulan berlari menghampiri aku.
“ada apa ini??ada apa ini??”ucapku kaget.
“maafkan Bulan ya...
apa? ini yang namanya Firman itu???ucap Ibu setengah tua yang mirip Bulan.
“iya bu, kenapa???
“kau yang telah membuat Bulan seperti ini. Sekarang dia amnesia.
Bagai sinetron disiang bolong, aku mendengar kata-kata itu seperti ada lautan pasir menerjang jiwaku. Ombak yang ku impi-impikan menusuk-nusukku bagai ditusuk jarum, mataku mengedip, hatiku lemas tak berdaya. Aku telah membuat Bulan seperti ini......
Tubuhku jatuh ketanah, Ibuku kaget dan memandangku aneh.
Aku seorang laki-laki yang menangis pukul 14.00...
Aku bingung, aku kembali seperti orang gila.
Aku seorang laki-laki...harus bertanggung jawab atas semua ini. Aku tekadkan akan merawat Bulan sampai sembuh. Itu janjiku.
Awalnya orang tuanya tidak setuju. Tapi aku nekad dan menujukkan wajah memelas dengan niat ikhlas dalam hati. Akhirnya aku diperbolehkan menjaga, merawat dan memulihkan Bulan agar kembali sehat seperti dahulu. Aku relakan untuk kost didekat rumah Bulan.
Bukan hanya satu atau dua hari aku berusaha dan berdoa agar Bulan kembali sehat. Tentunya peran dokter juga berpengaruh. Dari makan, jalan-jalan selalu aku temani. Aku membuka buku diarynya, membuka semua catatan tentang dia. Bersahabat dengan teman saru kelas, membaca buku pelajaran dan semua mata kuliahnya, mengorek-ngorek memori indah maupun pahitnya. Terkesan ribet. Memang sangat ribet. Tapi ya harus kulakukan dengan ikhlas. Itu kataku dalam hati. Toh aku sudah berjanji pada orang tuaku dan orang tuanya agar Bulan kembali bertemu dengan indahnya dunia.
Dua tahun kemudian...
Ya, dua tahun lamanya...
Bulan kembali sehat dan selalu tersenyum. Orang tuanya sangat bahagia. Begitu pula aku, sangat senang. Walau dia kembali teringat akan kelakuanku yang nista ini. Tapi akhirnya...dia tahu semua yang kulakukan dua tahun ini padanya.
Kuliahku juga sudah beres, senin besok tinggal wisuda.
Malam seninnya kuputuskan untuk melamar Bulan dengan kedua orang tuaku. Aku sudah memutuskan ini sejak Bulan amnesia. Otomatis aku diterima oleh orang tuanya karena mereka juga sudah percaya kepadaku. Terkesan lucu mungkin, tapi itulan komitmenku. Aku pun juga harus menunggunya dua tahun. Sembari aku bekerja disebuah SD terkenal di Yogyakarta..
Kupandangi Bulan, aku mencintaimu Bulan..”katakudalam hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar