Undang-Undang Perguruan Tinggi
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2012)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas
Kelompok
Mata kuliah: Kebijakan Pendidikan
Disusun Oleh : VI-PAI F
1. Muh.
Habib Fauzi 09410127
2. Ilham
Cahyadi 09410225
3. Heri
Setiono 09410282
4. Chichi
‘Aisyatud Da’watiz Zahroh 10410006
5. Maria
Ulfah 10410027
6. Sayd
Nursiba 10410033
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pendidikan tetap menjadi pembicaraan yang sangat hangat sepanjang hidup
manusia apalagi untuk kalangan mahasiswa yang senantiasa menerima ilmu
pengetahuan melalui wahana pendidikan.
Berbagai masalah pendidikan tinggi di Indonesia juga selalu diperdebatkan.
Apabila kita melihat pada amanat konstitusi yang berlandaskan Pancasila dan UUD
1945, maka tugas Negara adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Hal ini menjadi
kewajiban Negara untuk memenuhi tugas dalam proses memerdekakan rakyat dengan
cara mencerdaskan melalui pendidikan.
Mahkamah Konstitusi telah menegaskan peran Negara
dalam pemenuhan hak atas pendidikan warga Negara Indonesia serta penolakan
terhadap bentuk swastanisasi pendidikan melalui putusan MK dalam Uji Materi UU
BHP yang lalu (putusan Nomor 11-14-21-126 DAN 136/PUU-VII/2009). Adapun MK
berpendapat sebagai berikut:
1. Otonomi pengelolaan Pendidikan Tinggi bukan merupakan
sebuah keharusan dalam mencapai tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa, bahkan dapat menggagalkannya;
2. Konsep kekayaan Negara yang dipisahkan akan mengganggu
kegiatan pendidikan;
3. Kewenangan Institusi Pendidikan untuk mencari dana
secara otonom berpotensi melanggar hak atas pendidikan peserta didik;
4. Institusi pendidikan yang tidak dilindungi sebagai
Objek Kepailitan melanggar Undang-Undang Dasar 1945;
5. Tidak adanya kejelasan pihak yang berwenang dalam
penentuan serta penjatuhan sanksi menoleransi pelanggaran.[1]
Setelah pembatalan UU Nomor 9
Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi RI
pada 31 Maret 2010. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia kembali diregulasi
oleh DPR RI dan pada akhirnya UU ini berhasil disahkan oleh DPR menjadi UU
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. UU Pendidikan Tinggi yang disahkan pada
tanggal 13 Juli 2012 tersebut, kemudian diajukan oleh masyarakat ke Mahkamah
Konstitusi untuk diuji material dan baru saja menjalani sidang pertamanya pada
tanggal 18 Oktober 2012 yang lalu.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU No. 12 Tahun 2012)?
2.
Apa
saja kendala-kendala Undang-Undang tersebut?
3.
Bagaimana
solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kendala-kendala itu?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Undang-Undang
Perguruan Tinggi (UU No. 12 Tahun 2012)
Pendidikan
Tinggi merupakan penunjang dan perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat bahwa
menjadi katalisator dalam terjadinya perubahan ilmu dan perubahan ilmu dan
perubahan teknologi yang dipercepat.[2] Perguruan
tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi
disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan
tinggi disebut dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
a.
Perguruan
tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
b.
Perguruan
tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
Perguruan
tinggi di Indonesia
Di
Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah
tinggi, dan universitas yang dapat menyelenggarakan pendidikan akademik,
profesi, dan vokasi dengan program pendidikan dilpoma (D1, D2, D3, D4), sarjana
(S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.
Universitas,
institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor
kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak
memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. Sebutanguru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang
bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi. Pengelolaan
dan regulasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Rektor Perguruan Tinggi Negeri
merupakan pejabat eselon.
Selain itu
juga terdapat perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang umumnya merupakan perguruan
tinggi kedinasan, misalnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Setiap perguruan tinggi di
Indonesia harus memiliki Badan
Hukum Pendidikan yang berfungsi memberikan
pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan
dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional.
Perguruan tinggi negeri di
Indonesia
Perguruan
Tinggi Islam Negeri di Indonesia berada di bawah tanggung jawab Kementerian
Agama. Ada tiga jenis perguruan tinggi yang termasuk ke dalam kategori ini
yaitu, Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Di setiap provinsi di Indonesia
umumnya terdapat satu UIN, IAIN, atau STAIN
Perguruan tinggi Islam swasta di
Indonesia
Perguruan
Tinggi Islam swasta di Indonesia tidak berada di bawah tanggung jawab Kementerian
Agama, melainkan dikelola oleh berbagai organisasi Islam. Termasuk di sini
adalah sejumlah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), Sekolah Tinggi Ilmu
Tarbiyah, Institut Agama Islam, Universitas Muhammadiyah, dan sebagainya.[3]
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.
2.
Pendidikan Tinggi adalah jenjang
pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program
sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program
spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan
bangsa Indonesia.
3.
Ilmu Pengetahuan adalah rangkaian
pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan
menggunakan pendekatan tertentu, yang dilandasi oleh metodologi ilmiah untuk
menerangkan gejala alam dan/atau kemasyarakatan tertentu.
4.
Teknologi adalah penerapan dan
pemanfaatan berbagai cabang Ilmu Pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi
pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup, serta peningkatan mutu kehidupan
manusia.
5.
Humaniora adalah disiplin akademik yang
mengkaji nilai intrinsik kemanusiaan.
6.
Perguruan Tinggi adalah satuan
pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.
7.
Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya
disingkat PTN adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan
oleh Pemerintah.
8.
Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya
disingkat PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan
oleh masyarakat.
9.
Tridharma Perguruan Tinggi yang
selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk
menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
10.
Penelitian adalah kegiatan yang
dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh
informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau
pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
11.
Pengabdian kepada Masyarakat adalah
kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
12.
Pembelajaran adalah proses interaksi
mahasiswa dengan dosen dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
13.
Sivitas Akademika adalah masyarakat
akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.
14.
Dosen adalah pendidik profesional dan
ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan
menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian,
dan Pengabdian kepada Masyarakat. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang
Pendidikan Tinggi.
15.
Masyarakat adalah kelompok warga negara
Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang
Pendidikan Tinggi.
16.
Program Studi adalah kesatuan kegiatan
Pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode pembelajaran
tertentu dalam satu jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau
pendidikan vokasi.
17.
Standar Nasional Pendidikan Tinggi
adalah satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah
dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat.
18.
Pemerintah pusat, selanjutnya disebut
Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
19.
Pemerintah Daerah adalah gubernur,
bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah.
20.
Kementerian adalah perangkat pemerintah
yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
21.
Kementerian lain adalah perangkat
pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan di luar bidang pendidikan.
22.
Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang
selanjutnya disingkat LPNK adalah lembaga pemerintah pusat yang melaksanakan
tugas pemerintahan tertentu.
24.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan.
Pasal
2
Pendidikan
Tinggi berdasarkan Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal
3
Pendidikan
Tinggi berasaskan:
a. kebenaran ilmiah;
b.
penalaran;
c.
kejujuran;
d.
keadilan;
e.
manfaat;
f.
kebajikan;
g.
tanggung jawab;
h.
kebhinnekaan; dan
i.
keterjangkauan.
Pasal
4
Pendidikan
Tinggi berfungsi:
a.
mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa;
b.
mengembangkan Sivitas Akademika yang
inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui
pelaksanaan Tridharma; dan
c.
mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
Pasal
5
Pendidikan
Tinggi bertujuan:
a.
berkembangnya potensi Mahasiswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten,
dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b.
dihasilkannya lulusan yang menguasai
cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional
dan peningkatan daya saing bangsa;
c.
dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora
agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan
kesejahteraan umat manusia; dan
d.
terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat
berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. [4]
Isi dan tujuan dari undang-undang ini. Undang-undang Pendidikan
Tinggi ini memuat: I. Ketentuan Umum, II. Penyelenggaraan pendidikan, III.
Penjaminan mutu, IV. Perguruan Tinggi, V. Pendanaan dan Pembiayaan, VI.
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi oleh Lembaga Negara Lain, VII. Peran
Masyarakat, VIII. Sanksi Administratif, IX. Ketentuan Pidana, X. Ketentuan
Lain-Lain, XI. Ketentuan Peralihan, dan XII. Ketentuan Penutup Lahirnya
UUPT ini dilatarbelakangi semangat:
a. Perluasan dan Jaminan Akses
b. Pengembangan Tridharma secara utuh
c. Kesetaraan
d. Penguatan Pendidikan Vokasi
e. Keutuhan Jenjang Pendidikan
f. Otonomi
g. Sistem Penjaminan Mutu
h. Memastikan tanggung jawab Negara dan menghindari liberalisasi dan
komersialisasi PT
bahwa Indonesia telah kalah jauh dalam
bidang ekonomi maupun teknologi dengan negara-negara Asia yang lainnya. Padahal
Indonesia telah cukup lama merdeka dari para penjajah. Faktor utama yang
membuat Indonesia lambat mengikuti perkembangan ekonomi dan teknologi
disebabkan oleh kecilnya angka kelulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Oleh
karena itu, diperlukan yang undang-undang yang mengatur tentang PT. Maka
dibuatlah undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Diharapkan dukungan
dari berbagai pihak untuk undang-undang ini dapat membantu lancarnya pendidikan
di Indonesia.[5]
2. Kendala-kendala
UU No. 12 Tahun 2012
Adanya
pro-kontra mengenai Undang-Undang itu seperti:
a.
Adanya
anggapan bahwa Pendidikan
Tinggi akan mendorong komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi
b.
Semangat dan substansi
UU Pendidikan Tinggi tidak bisa lepas dari kooptasi kepentingan lembaga
keuangan internasional
c.
UU Pendidikan Tinggi
memilah perguruan tinggi dalam ‘Badan Hukum’ dan Menyajikan Otonomi;
d.
Semangat UU PT mencerminkan
pelepasan tanggung jawab negara dalam hal pembiayaan;
e.
UU Pendidikan Tinggi
tidak memberikan kepastian hukum.
f.
Terjadinya
pemberontakan dari mahasiswa sendiri. Sifat-sifat yang negatif yang pada diri
mahasiswa:
1)
Apathetic, listless, uninterested people, yaitu orang yang memiliki ciri pasif, tidak
ada dorogan hidup untuk maju, dan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di
sekitarnya yang mana mereka tidak memiliki sense of crisis terhadap persoalan
hidup dirinya maupun bangsanya.
2)
Then there are the flighty people, yaitu orang-orang yang tertarik untuk
melakukan banyak hal, tetapi mudah mengalihkan perhatiannya ke hal-hal baru
lainnya.mereka selalu berloncatan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain
tanpa target dan hasil yang jelas
3)
Extreme uncertainty, yaitu orang yang sulit mengambil keputusan
dan selalu membingungkan oleh pilihan-pulihan yang ada padanya.
4)
Then there ar very inconsistent people, yaitu orang-orang yang suka melibatka diri
pada banyak hal secara tidak konsisten.
5)
Others might aptly be called drifters, yaitu orang yang perilakunya menunjukkan
bahwa ia tidak memiliki kemudi dalam mengarungi samudra kehidupannya.
6)
A large
number are overconformers, yaitu orang-orang yang tidak memiliki ide-ide atau
gagasan yang jelas mengenai apa yang harus dilakukan dalam hidupnya.
7)
Some
are overdissenters, yaitu orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain,
selalu mengeluh, bahkan selalu menentang pihak lain dalam ranga mencari
identitas diri.
8)
A group
of poseurs or role players, yaitu orang-orang yang selalu berusaha menutupi
kelemahan dirinya dengan melakukan suatu peran yang semu atau palsu.[6]
3. Solusi
yang ditawarkan
a.
Ketua Badan
Perencanaan dan Pengembangan (BPP) Universitas Airlangga (Unair) Dra Tjitjik
Sri Tjahjandarie PhD di Surabaya, PTN-BH dalam pertemuan di Jakarta pada 29
Maret 2013 sepakat untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat
mengenai UU itu.
Tujuh PTN-BH adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi
Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM),
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Sumatera Utara (USU), dan
Universitas Airlangga (Unair).
Menurutnya, UU 12/2012 justru menguntungkan masyarakat, karena otonomi
pendidikan tinggi yang ada akan membuat perguruan tinggi melakukan manajemen
bidang akademik dan non-akademik tanpa intervensi pihak manapun. Dengan otonomi justru akan semakin
menjamin akuntabilitas pendidikan itu kepada stakeholder (pemerintah dan
masyarakat), karena sudah melakukan otonomi dan mempertanggungjawabkannya.
Adanya otonomi justru akan menjadikan kualitas
pengelolaan lebih terjamin karena perguruan tinggi pasti akan berhitung dengan
efisien dan efektif, sehingga kekhawatiran sebagian masyarakat tentang
komersialisasi perguruan tinggi itu sangat tidak beralasan.[7]
b.
Memahamkan bahwa UU ini dapat mencegah kecurangan dan memberikan keadilan bagi
masyarakat kecil dalam mendapatkan kursi PTN, dibandingkan dengan UU yang sudah
ada sebelumnya.
c. Menanamkan
berbagai kalangan agar berpikir konprehensif menilai UU ini merupakan jalan
akselerasi yang berkeadilan dan penguatan negara dalam pendidikan.
Undang-Undang Nomor 12 Th 2012 tentang Pendidikan Tinggi ini dinilai mampu
meringankan biaya kuliah yang dibayarkan mahasiswa. Ditambah lagi, dengan
adanya Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang siap dikucurkan
oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk tiap tahunnya,
secara otomatis biaya yang harus ditanggung mahasiswa semakin ringan.
d. Delapan sikap negatif mahasiswa dijauhkan
dari mahasiswa agar mereka memiliki jati diri yang mengutamakan pada akhlak
yang mulia. Dengan adanya undang-undang perguruan tinggi membantu mahasiswa
untuk memiliki jati diri yang tahan terhadap berbagai tantangan dan persoalan
dalam perubahan itu sendiri. Untuk dapat hidup secara wajar dalam masyarakat
yang memiliki perubahan yang cepat.
Mahasiswa harus memiliki kepribadian yang
kuat, motivasi tinggi, dan internal locus of control yang kuat pula. Peningkatannya
melalui pengembangan program pembinaan mahasiswa yang memiliki orientasi untuk
meningkatkan EQ dan juga Spiritual Intelligence.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Undang-Undang
No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dibuat untuk mengatur pendidikan
tinggi itu sendiri sehingga kegiatan dan perkembangan pendidikan itu menjadi
lebih terarah. Karena di dalam Undang-undang pendidikan tinggi itu sendiri,
dijelaskan juga apa itu pendidikan tinggi dan apa yang harus ada dalam sistem
perguruan tinggi agar pendidikan tinggi tersebut dapat dijalankan secara baik, benar
dan berkeadilan untuk peserta pendidikan tinggi tersebut.
Perlunya
pemahaman kepada berbagai kalangan yang meliputi: Otonomi perguruan tinggi yang
meliputi otonomi akademik dan otonomi nonakademik bersifat KODRATI bagi
perguruan tinggi, Otonomi akademik merupakan prasyarat untuk melaksanakan
tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat) dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang unggul, bermutu dan
mampu berkontribusi bagi kesejahteraan umat manusia dan peradaban dunia,
Otonomi nonakademik merupakan prasyarat untuk mewujudkan pengelolaan perguruan
tinggi yang baik (good university governance).
Ketiadaan
otonomi non akademik akan meniadakan otonomi akademik, UU. Nomor 12 Tahun 2012
menjamin otonomi perguruan tinggi juga mengatur dengan tegas tanggung jawab
negara atas penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pendanaan pendidikan tinggi
untuk mencegah komersialisasi pendidikan, memperluas akses mengikuti pendidikan
tinggi bagi masyarakat kurang mampu secara ekonomi, dan pemerataan kesempatan
mengikuti pendidikan tinggi bagi masyarakat di daerah terluar, tertinggal dan
terdepan, Untuk menjamin otonomi nonakademik dalam rangka meningkatkan mutu
diperlukan kewenangan : pengambilan keputusan secara mandiri, penerapan merit
system dalam pengelolaan sumberdaya manusia, pengelolaan aset secara
efektif dan efisien, dan keleluasan dalam pengelolaan keuangan yang akuntabel,
Kewenangan tersebut di atas dalam sistem penyelenggaraan dan keuangan Negara
hanya dapat dilakukan oleh PTN badan hukum, Dalam PTN badan hukum masyarakat
sebagai pemangku kepentingan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
pengambilan keputusan pengelolaan perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
R. Semiawan, Conny.
1999. Pendidikan Tinggi Peningkatan
Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: PT. Grasindo
Suyanto. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam
Peraturan Dunia Global). Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP)
Muhammadiyah.
[1] Faisal Arief Kamil Menteri Kajian
Strategis BEM KM UGM http://www.penaaksi.com/2013/02/menolak-uu-pendidikan-tinggi-yang-tidak.html
[2]Conny R. Semiawan, Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan
Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal
Mungkin
(Jakarta: PT.
Grasindo, 1999), hlm. 4
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi diunduh pada hari
Senin, 6 Mei 2013 pukul 14.00 WIB
[4] Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2012
[6] Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional Dalam Peraturan Dunia Global
(Jakarta: PSAP, 2005), hlm. 173-175.
[7] http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/dunia-kampus/13/04/04/mkqe6q-uu-pendidikan-tinggi-untungkan-mesyarakat diunduh pada hari Selasa 7 Mei
2013 pukul 13.51
[8] Ibid., hlm. 175-176.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar