Selasa, 14 Mei 2013

makalah uu perguruang tinggi no. 12 tahun 2012


Undang-Undang Perguruan Tinggi
(Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012)
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Kelompok
Mata kuliah: Kebijakan Pendidikan
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Sutrisno, M.Ag
                                         





Disusun Oleh : VI-PAI F
1.      Muh. Habib Fauzi                                         09410127
2.      Ilham Cahyadi                                               09410225
3.      Heri Setiono                                                   09410282
4.      Chichi ‘Aisyatud Da’watiz Zahroh             10410006
5.      Maria Ulfah                                                   10410027
6.      Sayd Nursiba                                                 10410033       


JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
TAHUN 2013


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan tetap menjadi pembicaraan yang sangat hangat sepanjang hidup manusia apalagi untuk kalangan mahasiswa yang senantiasa menerima ilmu pengetahuan  melalui wahana pendidikan. Berbagai masalah pendidikan tinggi di Indonesia juga selalu diperdebatkan. Apabila kita melihat pada amanat konstitusi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, maka tugas Negara adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Hal ini menjadi kewajiban Negara untuk memenuhi tugas dalam proses memerdekakan rakyat dengan cara mencerdaskan melalui pendidikan.
      Mahkamah Konstitusi telah menegaskan peran Negara dalam pemenuhan hak atas pendidikan warga Negara Indonesia serta penolakan terhadap bentuk swastanisasi pendidikan melalui putusan MK dalam Uji Materi UU BHP yang lalu (putusan Nomor 11-14-21-126 DAN 136/PUU-VII/2009). Adapun MK berpendapat sebagai berikut:
1.      Otonomi pengelolaan Pendidikan Tinggi bukan merupakan sebuah keharusan dalam mencapai tujuan Negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bahkan dapat menggagalkannya;
2.      Konsep kekayaan Negara yang dipisahkan akan mengganggu kegiatan pendidikan;
3.      Kewenangan Institusi Pendidikan untuk mencari dana secara otonom berpotensi melanggar hak atas pendidikan peserta didik;
4.      Institusi pendidikan yang tidak dilindungi sebagai Objek Kepailitan melanggar Undang-Undang Dasar 1945;
5.      Tidak adanya kejelasan pihak yang berwenang dalam penentuan serta penjatuhan sanksi menoleransi pelanggaran.[1]
Setelah pembatalan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (BHP) oleh Mahkamah Konstitusi RI pada 31 Maret 2010. Sistem pendidikan tinggi di Indonesia kembali diregulasi oleh DPR RI dan pada akhirnya UU ini berhasil disahkan oleh DPR menjadi UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. UU Pendidikan Tinggi yang disahkan pada tanggal 13 Juli 2012 tersebut, kemudian diajukan oleh masyarakat ke Mahkamah Konstitusi untuk diuji material dan baru saja menjalani sidang pertamanya pada tanggal 18 Oktober 2012 yang lalu. 

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU No. 12 Tahun 2012)?
2.      Apa saja kendala-kendala Undang-Undang tersebut?
3.      Bagaimana solusi yang ditawarkan untuk mengatasi kendala-kendala itu?














BAB II
PEMBAHASAN
1.      Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU No. 12 Tahun 2012)
Pendidikan Tinggi merupakan penunjang dan perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat bahwa menjadi katalisator dalam terjadinya perubahan ilmu dan perubahan ilmu dan perubahan  teknologi yang dipercepat.[2] Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggaran pendidikan tinggi. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
a.       Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah.
b.      Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pihak swasta.

Perguruan tinggi di Indonesia

            Di Indonesia, perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, institut, politeknik, sekolah tinggi, dan universitas yang dapat menyelenggarakan pendidikan akademik, profesi, dan vokasi dengan program pendidikan dilpoma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.

Universitas, institut, dan sekolah tinggi yang memiliki program doktor berhak memberikan gelar doktor kehormatan (doktor honoris causa) kepada setiap individu yang layak memperoleh penghargaan berkenaan dengan jasa-jasa yang luar biasa dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, kemasyarakatan, keagamaan, kebudayaan, atau seni. Sebutanguru besar atau profesor hanya dipergunakan selama yang bersangkutan masih aktif bekerja sebagai pendidik di perguruan tinggi. Pengelolaan dan regulasi perguruan tinggi di Indonesia dilakukan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Rektor Perguruan Tinggi Negeri merupakan pejabat eselon.

Selain itu juga terdapat perguruan tinggi yang dikelola oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian yang umumnya merupakan perguruan tinggi kedinasan, misalnya Sekolah Tinggi Akuntansi Negara yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Setiap perguruan tinggi di Indonesia harus memiliki Badan Hukum Pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional.

Perguruan tinggi negeri di Indonesia

Perguruan Tinggi Islam Negeri di Indonesia berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama. Ada tiga jenis perguruan tinggi yang termasuk ke dalam kategori ini yaitu, Universitas Islam Negeri (UIN), Institut Agama Islam Negeri (IAIN), dan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN). Di setiap provinsi di Indonesia umumnya terdapat satu UIN, IAIN, atau STAIN

Perguruan tinggi Islam swasta di Indonesia

Perguruan Tinggi Islam swasta di Indonesia tidak berada di bawah tanggung jawab Kementerian Agama, melainkan dikelola oleh berbagai organisasi Islam. Termasuk di sini adalah sejumlah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI), Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah, Institut Agama Islam, Universitas Muhammadiyah, dan sebagainya.[3]

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 
1.             Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 
2.             Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. 
3.             Ilmu Pengetahuan adalah rangkaian pengetahuan yang digali, disusun, dan dikembangkan secara sistematis dengan menggunakan pendekatan tertentu, yang dilandasi oleh metodologi ilmiah untuk menerangkan gejala alam dan/atau kemasyarakatan tertentu. 
4.             Teknologi adalah penerapan dan pemanfaatan berbagai cabang Ilmu Pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan dan kelangsungan hidup, serta peningkatan mutu kehidupan manusia.
5.             Humaniora adalah disiplin akademik yang mengkaji nilai intrinsik kemanusiaan.    
6.             Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.
7.             Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat PTN adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh Pemerintah.
8.             Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh masyarakat.
9.             Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
10.         Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi. 
11.         Pengabdian kepada Masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
12.         Pembelajaran adalah proses interaksi mahasiswa dengan dosen dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
13.         Sivitas Akademika adalah masyarakat akademik yang terdiri atas dosen dan mahasiswa.
14.         Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat. Mahasiswa adalah peserta didik pada jenjang Pendidikan Tinggi.
15.         Masyarakat adalah kelompok warga negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang Pendidikan Tinggi.
16.         Program Studi adalah kesatuan kegiatan Pendidikan dan pembelajaran yang memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu dalam satu jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau pendidikan vokasi. 
17.         Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat. 
18.         Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
19.         Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
20.         Kementerian adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
21.         Kementerian lain adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan pemerintahan di luar bidang pendidikan.
22.         Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang selanjutnya disingkat LPNK adalah lembaga pemerintah pusat yang melaksanakan tugas pemerintahan tertentu.  
24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
Pasal 2
Pendidikan Tinggi berdasarkan Pancasila, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.  
Pasal 3
Pendidikan Tinggi berasaskan:
 a. kebenaran ilmiah; 
b.        penalaran;
c.         kejujuran; 
d.        keadilan;
e.        manfaat;
f.          kebajikan;
g.        tanggung jawab; 
h.        kebhinnekaan; dan
i.          keterjangkauan.

Pasal 4
Pendidikan Tinggi berfungsi: 
a.    mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; 
b.    mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan
c.    mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.
Pasal 5
Pendidikan Tinggi bertujuan:
a.        berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
b.        dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
c.         dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
d.        terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. [4]
 Isi dan tujuan dari undang-undang ini. Undang-undang Pendidikan Tinggi ini memuat: I. Ketentuan Umum, II. Penyelenggaraan pendidikan, III. Penjaminan mutu, IV. Perguruan Tinggi, V. Pendanaan dan Pembiayaan, VI. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi oleh Lembaga Negara Lain, VII. Peran Masyarakat, VIII. Sanksi Administratif, IX. Ketentuan Pidana, X. Ketentuan Lain-Lain, XI. Ketentuan Peralihan, dan XII. Ketentuan Penutup Lahirnya
UUPT ini dilatarbelakangi semangat:
a.       Perluasan dan Jaminan Akses
b.      Pengembangan Tridharma secara utuh
c.       Kesetaraan
d.      Penguatan Pendidikan Vokasi
e.       Keutuhan Jenjang Pendidikan
f.       Otonomi
g.      Sistem Penjaminan Mutu
h.      Memastikan tanggung jawab Negara dan menghindari liberalisasi dan komersialisasi PT
bahwa Indonesia telah kalah jauh dalam bidang ekonomi maupun teknologi dengan negara-negara Asia yang lainnya. Padahal Indonesia telah cukup lama merdeka dari para penjajah. Faktor utama yang membuat Indonesia lambat mengikuti perkembangan ekonomi dan teknologi disebabkan oleh kecilnya angka kelulusan Perguruan Tinggi di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan yang undang-undang yang mengatur tentang PT. Maka dibuatlah undang-undang nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Diharapkan dukungan dari berbagai pihak untuk undang-undang ini dapat membantu lancarnya pendidikan di Indonesia.[5]
2.      Kendala-kendala UU No. 12 Tahun 2012
Adanya pro-kontra mengenai Undang-Undang itu seperti:
a.       Adanya anggapan bahwa  Pendidikan Tinggi akan mendorong komersialisasi dan liberalisasi pendidikan tinggi
b.      Semangat dan substansi UU Pendidikan Tinggi tidak bisa lepas dari kooptasi kepentingan lembaga keuangan internasional
c.       UU Pendidikan Tinggi memilah perguruan tinggi dalam ‘Badan Hukum’ dan Menyajikan Otonomi;
d.      Semangat UU PT mencerminkan pelepasan tanggung jawab negara dalam hal pembiayaan;
e.       UU Pendidikan Tinggi tidak memberikan kepastian hukum.
f.       Terjadinya pemberontakan dari mahasiswa sendiri. Sifat-sifat yang negatif yang pada diri mahasiswa:
1)      Apathetic, listless, uninterested people, yaitu orang yang memiliki ciri pasif, tidak ada dorogan hidup untuk maju, dan tidak peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya yang mana mereka tidak memiliki sense of crisis terhadap persoalan hidup dirinya maupun bangsanya.
2)      Then there are the flighty people, yaitu orang-orang yang tertarik untuk melakukan banyak hal, tetapi mudah mengalihkan perhatiannya ke hal-hal baru lainnya.mereka selalu berloncatan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain tanpa target  dan hasil yang jelas
3)      Extreme uncertainty, yaitu orang yang sulit mengambil keputusan dan selalu membingungkan oleh pilihan-pulihan yang ada padanya.
4)      Then there ar very inconsistent people, yaitu orang-orang yang suka melibatka diri pada banyak hal secara tidak konsisten.
5)      Others might aptly be called drifters, yaitu orang yang perilakunya menunjukkan bahwa ia tidak memiliki kemudi dalam mengarungi samudra kehidupannya.
6)      A large number are overconformers, yaitu orang-orang yang tidak memiliki ide-ide atau gagasan yang jelas mengenai apa yang harus dilakukan dalam hidupnya.
7)      Some are overdissenters, yaitu orang yang suka mencari-cari kesalahan orang lain, selalu mengeluh, bahkan selalu menentang pihak lain dalam ranga mencari identitas diri.
8)      A group of poseurs or role players, yaitu orang-orang yang selalu berusaha menutupi kelemahan dirinya dengan melakukan suatu peran yang semu atau palsu.[6]
3.      Solusi yang ditawarkan
a.       Ketua Badan Perencanaan dan Pengembangan (BPP) Universitas Airlangga (Unair) Dra Tjitjik Sri Tjahjandarie PhD di Surabaya, PTN-BH dalam pertemuan di Jakarta pada 29 Maret 2013 sepakat untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai UU itu.
Tujuh PTN-BH adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Sumatera Utara (USU), dan Universitas Airlangga (Unair).
Menurutnya, UU 12/2012 justru menguntungkan masyarakat, karena otonomi pendidikan tinggi yang ada akan membuat perguruan tinggi melakukan manajemen bidang akademik dan non-akademik tanpa intervensi pihak manapun. Dengan otonomi justru akan semakin menjamin akuntabilitas pendidikan itu kepada stakeholder (pemerintah dan masyarakat), karena sudah melakukan otonomi dan mempertanggungjawabkannya.
Adanya otonomi justru akan menjadikan kualitas pengelolaan lebih terjamin karena perguruan tinggi pasti akan berhitung dengan efisien dan efektif, sehingga kekhawatiran sebagian masyarakat tentang komersialisasi perguruan tinggi itu sangat tidak beralasan.[7]
b. Memahamkan bahwa UU ini dapat mencegah kecurangan dan memberikan keadilan bagi masyarakat kecil dalam mendapatkan kursi PTN, dibandingkan dengan UU yang sudah ada sebelumnya.
c. Menanamkan berbagai kalangan agar berpikir konprehensif menilai UU ini merupakan jalan akselerasi yang berkeadilan dan penguatan negara dalam pendidikan. Undang-Undang Nomor 12 Th 2012 tentang Pendidikan Tinggi ini dinilai mampu meringankan biaya kuliah yang dibayarkan mahasiswa. Ditambah lagi, dengan adanya Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) yang siap dikucurkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk tiap tahunnya, secara otomatis biaya yang harus ditanggung mahasiswa semakin ringan.
d. Delapan sikap negatif mahasiswa dijauhkan dari mahasiswa agar mereka memiliki jati diri yang mengutamakan pada akhlak yang mulia. Dengan adanya undang-undang perguruan tinggi membantu mahasiswa untuk memiliki jati diri yang tahan terhadap berbagai tantangan dan persoalan dalam perubahan itu sendiri. Untuk dapat hidup secara wajar dalam masyarakat yang memiliki perubahan yang cepat.
Mahasiswa harus memiliki kepribadian yang kuat, motivasi tinggi, dan internal locus of control yang kuat pula. Peningkatannya melalui pengembangan program pembinaan mahasiswa yang memiliki orientasi untuk meningkatkan EQ dan juga Spiritual Intelligence.[8]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi dibuat untuk mengatur pendidikan tinggi itu sendiri sehingga kegiatan dan perkembangan pendidikan itu menjadi lebih terarah. Karena di dalam Undang-undang pendidikan tinggi itu sendiri, dijelaskan juga apa itu pendidikan tinggi dan apa yang harus ada dalam sistem perguruan tinggi agar pendidikan tinggi tersebut dapat dijalankan secara baik, benar dan berkeadilan untuk peserta pendidikan tinggi tersebut.
Perlunya pemahaman kepada berbagai kalangan yang meliputi: Otonomi perguruan tinggi yang meliputi otonomi akademik dan otonomi nonakademik bersifat KODRATI bagi perguruan tinggi, Otonomi akademik merupakan prasyarat untuk melaksanakan tridharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat) dalam rangka membangun sumberdaya manusia yang unggul, bermutu dan mampu berkontribusi bagi kesejahteraan umat manusia dan peradaban dunia, Otonomi nonakademik merupakan prasyarat untuk mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi yang baik (good university governance).
Ketiadaan otonomi non akademik akan meniadakan otonomi akademik, UU. Nomor 12 Tahun 2012 menjamin otonomi perguruan tinggi juga mengatur dengan tegas tanggung jawab negara atas penyelenggaraan pendidikan tinggi dan pendanaan pendidikan tinggi untuk mencegah komersialisasi pendidikan, memperluas akses mengikuti pendidikan tinggi bagi masyarakat kurang mampu secara ekonomi, dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan tinggi bagi masyarakat di daerah terluar, tertinggal dan terdepan, Untuk menjamin otonomi nonakademik dalam rangka meningkatkan mutu diperlukan kewenangan : pengambilan keputusan secara mandiri, penerapan merit system dalam pengelolaan sumberdaya manusia, pengelolaan aset secara efektif dan efisien, dan keleluasan dalam pengelolaan keuangan yang akuntabel, Kewenangan tersebut di atas dalam sistem penyelenggaraan dan keuangan Negara hanya dapat dilakukan oleh PTN badan hukum, Dalam PTN badan hukum masyarakat sebagai pemangku kepentingan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengambilan keputusan pengelolaan perguruan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
R. Semiawan, Conny. 1999. Pendidikan Tinggi Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: PT. Grasindo
Suyanto. Dinamika Pendidikan Nasional (Dalam Peraturan Dunia Global). Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Muhammadiyah.



[1] Faisal Arief Kamil Menteri Kajian Strategis BEM KM UGM http://www.penaaksi.com/2013/02/menolak-uu-pendidikan-tinggi-yang-tidak.html

[2]Conny R. Semiawan, Pendidikan Tinggi: Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal
Mungkin (Jakarta: PT. Grasindo, 1999), hlm. 4
[3] http://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi diunduh pada hari Senin, 6 Mei 2013 pukul 14.00 WIB
[4] Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
[5] http://www.dikti.go.id/?p=6199&lang=id diunduh pada hari Senin 6 Mei pukul 13.43 WIB
[6] Suyanto, Dinamika Pendidikan Nasional Dalam Peraturan Dunia Global (Jakarta: PSAP, 2005), hlm. 173-175.
[8] Ibid., hlm. 175-176.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pendampingan Pemanfaatan Buku Bacaan Bermutu (BBB) di SDN 1 Sambon Kec. Banyudono Kab. Boyolali

 Assalamu'alaikum... Sugeng Enjang.... Halo, kali ini saya akan menyampaikan kegiatan Pendampingan Pemanfaatan Buku Bacaan Bermutu (BBB)...