Selasa, 21 Mei 2013

pemikiran Fazlurrahman silahkan


Pemikiran Filsosof Fazlur Rahman tentang Pendidikan Islam
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliahFilsafat Pendidikan
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Sutrisno, M.Ag
Suyatno, M.Pd.I






logo.jpg








Disusun Oleh : V-PAI C

1.      Mustofa Abdul Qodir                                   09410063
2.      Chichi ‘aisyatud Da’watiz Zahroh              10410006
3.      Dyah Witasoka                                              10410010
4.      Muhammad Nur Saddam                            10410020
5.      Purwanti                                                        10410021
6.      Lu’lu’ Nurhusna                                           10410025
7.      Imam Satria                                                   10410151

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
TAHUN 2012


PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Fazlur Rahman dapat dikategorikan sebagai salah seorang pemikir neomodernis yang produktif dan tokoh intelektual Muslim yang menarik. Ia memiliki latar belakang tradisi keilmuan yang bertentangan, yaitu keilmuan madrasah India Pakistan yang tardisional dan keilmuan Barat yang liberal.
Fazlur Rahman menyuguhkan analisis perkembangan pendidikan Islam dan merumuskan alternatif metodologi pemikiran keislaman sebagai rumusan jalan keluar dari seluruh kritisisme atas sejarah pemikiran keislaman. Krisis metodologi tampaknya sangat disadari olehnya sebagai penyebab kemunduran pemikiran Islam, sehingga ia memandang alternatif metodologi ialah titik pusat penyelesaian krisis intelektualisme Islam. Implikasi dari alternatif metodologis ini merupakan proyek besar ummat Islam mengarah pada pembaharuan pemikiran Islam. Fazlur Rahman menyadari bahwa proyek besar tersebut selain memerlukan waktu yang panjang, juga memerlukan sarana penunjang. Sarana penunjang yang dimaksud tiada lain adalah sistem pendidikan Islam yang harus terlebih dahulu dimodernisasi, yakni membuatnya mampu menyokong produktivitas intelektual Islam dengan cara menaikkan standar-standar intelektual.
Kesadaran Fazlur Rahman terhadap pendidikan sebagai sarana utama penunjang pembaharuan inilah yang mendorongnya terjun dalam kritisme sistem pendidikan Islam yang berkembang pada periode kemunduran dan pada awal pembaharuan (modern). Rahman menyusun sebuah karya umum yang secara historis mengemukan sistem pendidikan Islam pada abad pertengahan berikut kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan utamanya, begitu pula mengenai upaya-upaya modernisasi yang dilakukan sekitar abad yang lalu. Kemudian ia membangun suatu pemikiran pendidikan Islam yang disebut sebagai "intelektualisme Islam".
Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Fazlur Rahman merupakan masalah yang menarik dan urgen untuk dibahas. Karena penyelenggaran pendidikan Islam sekarang ini mengalami proses dikotomi yang menerapkan metode dan muatan pendidikan Barat dengan menambah beberapa mata pelajaran agama Islam, dengan metode dan muatan yang Islami yang berasal dari zaman klasik yang belum dimodernisasi secara mendasar. Karena penyelenggaran pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah, tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala warisan yang bersifat klasik.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Biografi Fazlurrahman?
2.      Bagaimana pemetaan pemikiran pendidikan Islam menurut Fazlurahman?
3.      Bagaimana aplikasi pemikiran Fazlurrahman pada Pendidikan Islam di Indonesia?
4.      Apa saja Karya-karya Fazlurahman?

















PEMBAHASAN
I.       Biografi Fazlurrahman
Fazlurrahman lahir pada tanggal 21 September 1919 di daeraha Hazara, (Anak Benua India) yang sekarang terletak di sebelah barat Laut Pakistan. Dididik dalam keluarga Muslim yang taan beragama. Ayahnya, Maulana Ad-Din, adalah seorang alim terkenal lulusan Deoband. Ayahnya memperhatikan Rahman dalam mengaji dan menghafal Al-Qur’an, sehingga pada usia sepuluh tahun telah hafal Al-Qur’an seluruhnya. Pendidikan dalam keluarganya benar-benar efektif dalam membentuk watak dan kepribadiannya untuk menghadapi kehidupa nyata.
Hal penting lain yang telah mempengaruhi pemikiran keagamaan Rahman adalah bahwa dia dididik dalam keluarga dengan tradisi madzhab Hanafi (sebuah mazhab Sunni yang lebih banyak menggunakan rasio dibanding Madzhab Sunni lain). Selain itu, di India, ketika itu telah berkembang pemikiran yang agak liberal seperti Syah Waliullah, Sayid Ahmad Khan, Sir Sayid, Amin Ali, dan Muhammad Iqbal.
            Tahun 2933, Rahman melanjutkan studinya ke Lahore dan memasuki sekolah modern. Tahun 1940, dia menyelesaikan B.A nya dalam bidang bahasa Arab pada Universitas Punjab. Kemudian, dua tahun berikutnya ia berhasil menyelesaikan masternya dalam bidang yang sama ditempat yang sama.
            Tahun 1946, Rahman berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studinya di Universitas Oxford. Di bawah bimbingan Profesor S. Van dan Bergh dan H.A.R. Gibb, Rhman menyelesaikan program Ph. D nya pada tahun 1949 dengan disertasi tentang Ibnu Sina. Tahun 1951 disertasi itu diterbitkan dengan judul Avvecinna’s Psychology.
            Rahman menguasai bahasa Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab dan Urdu. Setelah itu Rahman mengajar selama beberapa tahun di Durham University Inggris dan selanjutnya di Institue of Islamic Studies, McGill University, Canada.
            Awal 1960, Rahman pulang ke Pakistan. Tahun 1962 ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam setelah sebelumnya ia menjabat sebagai staf di lembaga tersebut selama beberapa saat. Selama kepemimpinannya, lembaga ini berhasil menerbitkan dua jurnal ilmiah yaitu Islamic Studies dan Fikru-Nazr (berbahasa Urdu).
            Tahun 1964 ditunjuk sebagai Penasehat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan. Tahun 1969 ia melepas kedua posisi itu dan diterima sebagai tenaga pengajar di Universitas California Los Angeles, Amerika.  Pada tahun itu juga menjabat sebagai Guru Besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Departement of Near Eastern Languages and Civilization, University Chicago. Ia menetap di Chicago kurang lebih selama delapan belas tahun sampai akhirnya Tuhan memanggilnya tangggal 26 Juli 1988.[2]
           
II.    Pemikiran Fazlurrahman tentang pendidikan Islam
  1. Pendidikan Islam dalam Perspektif Sejarah Menurut Fazlurrahman
Pada tahun awal kenabian wahyu yang turun selalu terkait dengan keimanan. Ini merupakan kesempatan bagi Nabi untuk meluruskan dan memurnikan aqidah para pengikutnya. Dengan demikian tujuan pendidikan ketika itu adalah untuk meluruskan dan memurnikan aqidah para pengikutnya. Metode dilakukan dengan cara menyampaikan dan menjelaskan wahyu yang telah diterimanya kepada sahabat-sahabatnya, kalau  perlu disertai tanya jawab dan contoh mengamalkannya.
Setelah umat Islam berhasil membangun masjid, pendidikan Islam dilakukan di Al-Sufah. Materi yang diajarkan di tempat ini adalah wahyu yang diterima oleh Rasul, dan telah dituliskan oleh para penulis wahyu, disamping materi membaca dan menulis. Gurunya adalah  Rasulullah sendiri dan sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh beliau. Tujuan pendidikannya agar dapat membaca, menulis, memahami dan menghapal, dan mengamalkan wahyu. Tujuan akhirnya untuk membersihkan hati dan jiwa sahabat sehingga mereka dapat naik dari tingkat iman ke ikhsan.
Akhirnya, Rahman menyimpulkan bahwa vitalitas sebuah krya intelektual sangat tergantung  dengan kebebasan intelektual. Tidak bisa dikatakan bahwa  pikiran dapat bertahan tanpa kebebasan. Sebagaiman sebuah pemikiran, pemikiran Islam juga memerlukan kebebasan. Sehingga pada tahun 1980, pemerintah mendirikan “Syari’a University” di Islamabad. Secara mendasar pembaharuan pendidikan Islam Fazlurrahman dapat dilakukan  dengan menerima pendidikan sekuler modern, kemudian berusaha memasukinya dengan konsep-konsep Islam. Secara detail, menurut Rahman pembaharuan pendidikan umat Islam mendesak untuk segera dilakukan  dengan cara :
  1. Membangkitkan ideologi umat Islam tentang belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
  2.  berusaha mengikis dualisme sistem pendidikan umat Islam,
  3.  menyadari betapa pentingnya bahasa  dalam pendidikan sebagai alat untuk mengeluarkan pendapat-pendapat yang original,
  4.  pembaharuan di bidang metode pendidikan Islam, yaitu beralih dari metode mengulang-ulang dan menghapal pelajaran ke metode  memahami dan menganalisis.
  1. Pendidikan Islam menurut Fazlur rahman
Pendidikan Islam menurut Fazlur rahman bukan sekedar  perlengkapan dan peralatan fisik atau  kuasi fisik pengajaran. Seperti buku yang diajarkan atau struktur eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme Islam. Karena baginya hal inilah yang dimaksud dengan esensi pendidikan tinggi Islam. Hal ini merupakan pertumbuhan suatu pemikiran Islam yang  asli dan memadai, dan harus memberikan kriteria untuk menilai  suatu keberhasilan dan kegagalan  sebuah sistem pendidikan Islam. Pendidikan Islam dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama, pendidikan Islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang dilaksanakan  di dunia Islam seperti pakistan, Mesir, Saudi, Sudan, Iran, Turki, Maroko, dsb. Mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tingi. Untuk konteks di Indonesia meliputi pendidikan di pesantren, di madrasah, dan perguruan tinggi Islam. Bahkan bisa juga pendidikan agama Islam  disekolah (sejak dari dasar sampai lanjutan atas) dan pendidikan agama di perguruan tinggi umum. Kedua, pendidikan Islam yang disebut dengan inteletualisme Islam. Lebih dari itu pendidikan Islam menurut Rahman dapat juga dipahami sebagai proses untuk menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifat-sifat yang kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dsb.
Berdasarkan Al-Qur’an, tujuan pendidikan menurut Fazlur rahman adalah untuk mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan  pribadi yang kreatif, yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan dunia.
Pendidikan islam mulai abad pertengahan , menurut fazlur rahman, dilaksanakan secara mekanis. Oleh karena itu pendidikan islam lebih cendrung pada aspek kognitif daripada aspek afektif dan psikomotor. Strategi pendidikan islam yang ada pada masa sekarang , bersifat defentif, yaitu unutk menyelamatkan pemikiran kaum muslimin dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak gagasan-gagasan barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan-gagasan yang mengancam akan rusaknya standar-standar moralitas tradisional islam.
Pendidikan islam mengalami berbagai problem. Dalam artikelnya yang berjudul “the Qur’anic solution of pakistan’s educational problems” disebutkan problem-problem pendidikan meliputi problem ideologis, dualisme, dan sistem pendidikan, bahasa, dan problem metode pembelajaran.
Mengenai problem pertama, rahman menjelaskan sebagai berikut. Orang-orang islam mempunyai problem ideologis. Mereka tidak dapat mengaitkan efektif pentingnya pengetahuan dan orientasi ideologinya. Akibatnya masyarakat muslim tidak mendorong untuk belajar. Tampaknya, mereka tidak mempunyai tujuan hidup. Secara umum terdapat kegagalan dalam mengaitkan prestasi pendidikan umat islam dengan amanah ideologi mereka. Masyarakat tidak sadar bahwa mereka berada dibawah pemerintah moral kewajiban islam untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Mengenai problem kedua, Rahman menjelaskan sebagai berikut “yang terkait dengan yang pertama ialah bencana besar umat Islam  adanya dualisme, dikotomi dalam sistem pendidikan Islam. Pada suatu sisi disebut sistem pendidikan ulama yang dilaksanakan  madrasah. Begitu tertinggal sehingga hasilnya betul-betul mengecewakan. Produk dari sistem ini menurut Rahaman tidak dapat hidup dalam dunia moderen dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Kurikulum dan silabinya harus dirubah secara radikal dan mendasar agar dapat bersaing  dalam kehidupan moderen. Prinsip-prinsip dasar ilmu sosial World view sains modern dan pengantar sejarah dunia, bersama ilmu-imu humaniora modern  harus dimasukkan dalam silabi untuk menambah disiplin-disiplin spesialis agama.
Lebih lanjut Fazlur Rahman menjelaskan akibat dari kondisi ini, yakni pengetahuan umat Islam secara umum sia-sia., pasif dan tidak kreatif. Sistem madrasah yang tidak asli dan tidak kreatif ini menjadi paten. Namun sayang, sistem pendidikan Islam Moderen di dunia Islam pun begitu. Sekarang, umat Islam berada pada abad pendidikan moderen dan cara belajar mereka   belum mampu menambah nilai  orisinalitas dan investasi pengetahuan dan kemanusiaan.
Problem ketiga, Rahman mejelaskan sebagai berikut “yang terkait dengan itu adalah problem lain yang sama pentingnya yaitu problem bahasa. Problem  bahasa selalu terkait dengan pendidikan tinggi dan pemikiran. Kita ini diibaratkan manusia muslim tanpa bahasa. Padahal konsep murni tidak muncul dalam pemikiran kecuali dilahirkan dengan kata-kata (bahasa). Akibatnya peniruan dan pengulangan bukan pemikiran original.
  1. Kritis dan Kreatif dalam Pendidikan Islam
Proses pemecahan masalah berlangsung  dalam empat tahap, yaitu :
  1. tahap persiapan dimana masalah diselidiki dari segala arah sehingga semua informasi tentang masalah ditemukan. Kemudian masalah dianalaisis dan didefinisikan. Proses ini klasifikasi dan penilaian masalah.
  2.  Tahap inkubasi dimana masalah seakan-akan terbawa tidur, tidak terfikirkan secara sadar dan dinamis, tetapi masalah itu merasuk ke dalam pikiran yang nantinya akan mengalir keluar dalam wujud iluminasi kreatif.
  3.  Tahap ketiga disebut dengan tahap iluminasi. Dimana ide atau kesimpulan baru muncul tidak terduga, dan
  4.  Usaha sadar dilakukan untuk mencoba menentukan kesahihan dari kesimpulan yang di dapat tadi sesuai dengan kriteria atau aturan-aturan ilmiah, baik menggunakan langkah-langkah logika maupun eksperiment.
Dalam pemecahan masalah ini membutuhkan  dua kategori pengetahuan, yaitu :
  1. pengetahuan konseptual yang meliputi konsep, hukum, definisi dan teori
  2.  pengetahuan prosedural yang digunakan untuk memecahkan maslah sejak dari mengumpulkan informasi sampai pada melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah.
Pada awalnya sifat kritis dan kreatif yang diperlukan adalah  yang memungkinkan peserta didik berani dan memiliki rasa percaya diri ntuk memahami wahyu secara langsung. Mereka tidak lagi menganggap bahwa hasil pemhaman ulama terhadap wahyu,  pada masa lalu itu merupakan hasil yang sudah final yang pasti mujarab untuk mendiagnosis permasalahan-permasalahan sekarang dan yang akan datang.
Tujuan dikembangkannya daya kritis dan kreatif dalam pendidikan islam adalah untuk menghasilkan output yang kritis dan kreatif atau dengan kata lain, pendidikan Islam harus mengembangkan anak didik yang kritis dan kreatif. Anak didik yang kritis dan kreatif paling tidak memiliki tiga cri yang menonjol yaitu :
  1. mempunyai pemikiran asli atau original
  2.  mempunyai keluwesan , dan
  3.  menunjukkan kelancaran proses berpikir
Fazlur Rahman yakin betul bahwa jika umat Islam dewasa ini dapat menerapkan metode double movement dalam pendidikan mereka, niscaya mereka dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan yang kritis dan inovatif. Ilmuwan yang demikian itu akan dapat memberikan alternatif solusi atas berbagai problem hidup yang mereka hadapi secara mendasar. Sehingga tidak mustahil suatu ketika nanti akan menjadi kenyataan kembali bahwa Islam menjadi rahmat bagi alam semesta.
Materi pembelajaran harus menampilkan isi yang dapat membentuk subjek didik yang kreatif.  Untuk memenuhi  hal tersebut, materi dari kurikulum  harus memenuhi tiga prinsip yaitu prinsip filosofis, psikiologis dan sosiologis.
Prinsip filosofis memberikan arah dan tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan Islam dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran, terutama kebenaran di bidang nilai sebagai pandangan hidup yng diyakini dari suatu kebenaran.
Prinsip psikiologis berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan, bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi, kebutuhan-kebutuhan, keinginan-keinginan, minat, kecakapan, perbedaan individu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, proses belajar, pengamatan terhadap sesuatu, dll. Prinsip ini terbagi atas dua macam yaitu psikologi belajar dan psikologi anak didik.
Prinsip sosiologis bahwa kurikulum pendidikan Islam memegang peranan penting terhadap penyamapaian perkembangan kebudayaan, proses sosialsiasi peserta didik dan dalam rekonstruksi msyarakat. Di samping itu, pronsip tersebut untuk memberikan bekal pada subjek didik agar siap berkorban demi membela aqidah dan agar dapat mempunyai kemahiran kerja dalam masyrakat tempat tinggal subjek didik kelak.
Usaha menciptakan kondisi yang kondusif bagi proses mental berani yang meliputi lima kondisi yaitu :
    1. bebas dari rasa terancam karena gagasannya
    2.  tumbuhnya kesadaran diri
    3.  diverensiasi diri yakni memandang berbeda dari orang  lain
    4.  adanya tenggang rasa dan saling menghargai
    5.  hubungan saling menguntungkan antar pribadi.
Agar menjadi lebih kratif siswa perlu dibantu untuk :
1.      menciptakan rasa aman untuk mengekspresikan kreativitasnya
2.       mengakui dan menghargai gagasan-gagasan
3.       menjadi pendorong bagi  mereka untuk mengkomunikasikan dan mewujudkan gagasan-gagasannya
4.       membantu mereka memehami divergensinya dalam berpikir dan bersikap, dan bukan malah menghukumnya
5.       memberikan peluang untuk mengonsumsikan gagasannya
6.       memberikan informasi mengenai peluang-peluang yang tersedia.
  1. Aplikasi Pemikiran Fazlur Rahman pada Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan Islam di Indonesia dapat dibedakan ke dalam dua tingkatn yaitu pendidikan dasar-menengah Islam, dan pendidikan tinggi Islam. Kemudian pendidikan dasar-menengah Islam di Indonesia dapat dibedakan lagi ke dalam tiga jenis yaitu pesanteren, sekolah, dan madrasah. Masing-masing dari ketiganya  memiliki keunggulan, disamping kelemahan. Pada umunya pesantren unggul di bidang ilmu-ilmu agama, tetapi lemah di bidang ilmu-ilmu umum, sebaliknya sekolah lemah di bidang ilmu-ilmu agama tetapi unggul di bidang ilmu-ilmu umum. Madrasah didirikan untuk menampung keunggulan pesantren dan sekolah, di samping untuk menghilangkan kelemahan dari keduanya. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan sebaliknya, keculai beberapa madrasah.
Lebih dari itu, realitas  menunjukkan bahwa ketiga jenis lembaga pendidikan dasar menengah tersebut, msing-masing mengidap penyakit yang sangat kronis. Misalnya pesantren diterpa stigma ekslusif, literal, radikal, fundamental, teroris, dsb. Pendidikan Agama Islam di sekolah selalu kebanjiran kritik bahwa model PAI-nya terlalu normatif, kognitif oriented, dsb. Madrasah lebih  parah lagi; lembaga pendidikan yang tidak diperhitungkan, kulitasnya sangat memprihatinkan ; bagaimana bisa brkulaitas tinggi, sedangkan 70% gurunya mismatch (guru mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmunya misalnya lulusan PAI mengajar bahsa Ingris, lulusan Syari’ah mengajar matematika, dsb). Dengan demikian, persoalannya menjadi jelas yaitu bagaimana aplikasi pemikiran pendidikan Fazlur Rahman pada pesantren, sekolah,  dan madrasah, serta di lembaga pendidikan tinggi Islam di Indonesia.
Pendidikan tinggi Islam di Indonesia, menurut Zamroni, masih merupakan impian belaka pendidikan Islam dalam realitas, baru merupakan;
1.      Pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga Islam
2.       Pendidikan Agama Islam yang disampaikan dalam perguruan tinggi dan
3.       Perguruan tinggi yang bertujuan menghasilkan peseerta didik yang berakhlak mulia.[3]

III.  
IV. Karya Fazlur Rahman
Dua pertemuan sistem edukasi, pendidikan tradisional islam di Pakistan dan pendidikan modern di Barat menghantarkan fazlur Rahman menjadiintelektual muslimyang cukup produktif. Ia tak kurang telah menghasilkan lima buah buku selain disertasi doktoralnya, dan 50 artikel yang dimuat di beberapa jurnal internasional.[4]
Berikut ini merupakan buku-buku karya Fazlur Rahman yang diberi ulasan secara singkat mengenai isinya :[5]
1.      Prophecy in Islam: Philosophi and Orthodoxy, merupakan karya orisinal Fazlur
Rahman yang dilandasi oleh rasa keprihatinannya atas kenyataan bahwa sarjana-sarjana Muslim modern kurang menaruh minat dan perhatian terhadap dokrin-dokrin kenabian.
2.      Islamic Methodology in History. Karya ini membahas konsep sunnah,
ijtihad, dan ijma’. Inti sari dari buku tersebut adalah bahwa dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran dari otoritas sunnah Nabi menjadi sunnah yang hidup dan akhirnya menjadi hadits. Sunnah Nabi merupakan sunnah yang ideal. Sunnah yang hidup merupakan interpretasi dan implementasi kreatif para Sahabat dan Tabi’in terhadap sunnah ideal tersebut, sedangkan hadits merupakan upaya penuturan sunnah dalam suatu catatan. Dari sunnah tersebut, ia ingin membangun kembali mekanisme “Sunnah Ijtihad Ijma”.
3.      Al-Islam. Buku ini merupakan upaya Fazlur Rahman dalam menyajikan sejarah
perkembangan Islam secara umum selama empat belas abad keberadaan Islam. Secara epistemologis Fazlur Rahman berhasil menggabungkan pendekatan historis dan normatif menjadi metode yang sistematis dan komprehensif untuk memahami al-Qur’an, yang pada akhirnya disempurnakan menjadi metode suatu gerakan ganda (double movement).
4.      Mayor Themes of Qur’an. Buku ini berisi delapan tema pokok al-Qur’an, yaitu Tuhan, Manusia sebagai Individu, Manusia sebagai anggota Masyarakat, alam semesta, kenabian dan wahyu, eskatologi, setan dan kejahatan, serta lahirnya masyarakat muslim. Melalui karya ini Fazlur Rahman berhasil membangun suatu landasan filosofis yang tegar untuk perenungan kembali makna dan pesan al-Qur’an bagi kaum muslimin komtemporer.
5.      Islam and Modernity: Transformation of an Intelektual Tardition. Dalam buku ini Fazlur Rahman berbicara tentang pendidikan Islam dalam perspektif sejarah dengan al-Qur’an sebagai kriterium penilai. Menurutnya, yang dimaksud pendidikan bukanlah suatu perlengkapan, peralatan-peralatan fisik ataupun struktur eksternal pendidikan, melainkan intelektualisme Islam, sebab itu merupakan esensi dari pendidikan Islam sebagai suatu pertumbuhan pemikiran Islam yang asli dan memadai, yang harus memberikan kriteria untuk menilai keberhasilan atau kegagalan suatu sistem pendidikan Islam.



V.    Pemikiran Fazlur Rahman tentang Pendidikan
Dalam proses rekonstruksi Islam ini Fazlur Rahman merumuskan sebuah konsep pendidikan,
1.      Tujuan Pendidikan
Pendidikan Islam bertujuan pada terbentuknya kepribadian muslim, kematangan dan integritas pribadi. Menurut Fazlur Rahman, untuk melakukan perubahan maka yang harus dilakukan ialah :
a.       Pendidikan Islam harus diorientasikan kepada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus bersumber dari Al-Qur’an. Fazlur Rahman mengatakan bahwa tujuan pendidikan dalam pandangan al-Qur’an ialah untuk mengembangkan kemampuan inti manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya.
b.      Beban psoikologis umat Islam dalam menghadapi Barat harus segera dihilangkan. Untuk itu ia menganjurkan agar dilakukan kajian Islam menyeluruh secara historis dan sistematis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam, seperti teologi, hukum, etika, hadits, ilmu sosial dan cabang keilmuan lainnya. Sebab, hal inilah yang memberi kontinuitas kepada wujud intelektualitas dan spiritual masyarakat.
2.      Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan Islam yang dikotomis, yakni memisahkan antara ilmuy-ilmu agama dengan umum sangat tidak menguntungkan bahkan berakibat pada kemunduran Islam. Maka, menurut Fazlur Rahman, solusi untuk keluar dari kemelut sistem pendidikan Islam yang dikotomis ialah dengan menghilangkan dikotomi sistem pendidikan islam dengan cara mengintegrasikan antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara menyeluruh, sebab pada dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
3.      Kurikulum dan Sarana Pendidikan
Kemerosotan gradual standar-standar akademis dalam sejarah pendidikan islam disebabkan oleh sedikitnya literatur yang ada di perpustakaan dan buku-buku yang tercantum dalam kurikulim. Selain itu, waktu yang ditempuh dalam proses akademis terlalu singkat bagi para siswa/mahasiswa untuk menguasai materi pelajaran yang “kenyal” dan terlalu banyak sehingga seringkali segi-segi tinggi ilmu keagamaan yang diajarkan sulit dipahami pada usia yang relatif muda dan belum matang.
Hal tersebut membawa konsekuensi pada proses belajar yang lebih banyak bersifat studi tekstual buku-buku daripada memahaminya, sehingga menjadikan proses belajar ialah untuk menghafal, bukan untuk mendapatkan kepahaman. Untuk itu, pembenahan kurikulum dan sarana pendidikan untuk meningkatkan pemahaman intelektualisme dan riset merupakan sesuatu yang urgen. Penambahan kepustakaan dan perpustakaan serta perubahan kurikulum yang mengarah pada kurikulum dialogis adalah hal yang harus dilakukan.[6]



[1] Hujair Ah. Sanaky, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Konsep Pendidikan Tinggi Islam, dalam http://sanaky.com diakses pada 3 desember 2012 pukul 06.34 WIB.
[2] Hal. 70-71
[3] Sutrisno, hal.
[4] Muhaimin, dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman : studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islami (Cirebon: Dinamika, 1999), hlm. 21.
[5] Moh. Sholeh, Pemikiran dan Karya Fazlur Rahman, dalam http://id.shvoong.com, diakses pada 3 desember 2012 pukul 06.34 WIB.
[6] Mahbub Sufyan, Konsep Transformasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta : Fakultas Tarbiyah jurusan kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005), hlm.  66-69.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NILAI PAS KELAS 2A

Blok Pink: Siswa Tahfidz