Pemikiran Filsosof Fazlur Rahman tentang Pendidikan Islam
Makalah ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliahFilsafat Pendidikan
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H.
Sutrisno, M.Ag
Suyatno, M.Pd.I
|
|
Disusun
Oleh : V-PAI C
1.
Mustofa
Abdul Qodir 09410063
2.
Chichi
‘aisyatud Da’watiz Zahroh 10410006
3.
Dyah
Witasoka 10410010
4.
Muhammad
Nur Saddam 10410020
5.
Purwanti 10410021
6.
Lu’lu’
Nurhusna 10410025
7.
Imam
Satria 10410151
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN
SUNAN KALIJAGA
TAHUN
2012
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Fazlur Rahman dapat dikategorikan sebagai salah
seorang pemikir neomodernis yang produktif dan tokoh intelektual Muslim yang
menarik. Ia memiliki latar belakang tradisi keilmuan yang bertentangan, yaitu
keilmuan madrasah India Pakistan yang tardisional dan keilmuan Barat yang
liberal.
Fazlur Rahman menyuguhkan analisis perkembangan
pendidikan Islam dan merumuskan alternatif metodologi pemikiran keislaman
sebagai rumusan jalan keluar dari seluruh kritisisme atas sejarah pemikiran
keislaman. Krisis metodologi tampaknya sangat disadari olehnya sebagai penyebab
kemunduran pemikiran Islam, sehingga ia memandang alternatif metodologi ialah
titik pusat penyelesaian krisis intelektualisme Islam. Implikasi dari
alternatif metodologis ini merupakan proyek besar ummat Islam mengarah pada
pembaharuan pemikiran Islam. Fazlur Rahman menyadari bahwa proyek besar
tersebut selain memerlukan waktu yang panjang, juga memerlukan sarana
penunjang. Sarana penunjang yang dimaksud tiada lain adalah sistem pendidikan
Islam yang harus terlebih dahulu dimodernisasi, yakni membuatnya mampu
menyokong produktivitas intelektual Islam dengan cara menaikkan standar-standar
intelektual.
Kesadaran Fazlur Rahman terhadap pendidikan sebagai
sarana utama penunjang pembaharuan inilah yang mendorongnya terjun dalam
kritisme sistem pendidikan Islam yang berkembang pada periode kemunduran dan
pada awal pembaharuan (modern). Rahman menyusun sebuah karya umum yang secara
historis mengemukan sistem pendidikan Islam pada abad pertengahan berikut
kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan utamanya, begitu pula mengenai
upaya-upaya modernisasi yang dilakukan sekitar abad yang lalu. Kemudian ia
membangun suatu pemikiran pendidikan Islam yang disebut sebagai
"intelektualisme Islam".
Konsep pendidikan yang dikemukakan oleh Fazlur
Rahman merupakan masalah yang menarik dan urgen untuk dibahas. Karena
penyelenggaran pendidikan Islam sekarang ini mengalami proses dikotomi yang
menerapkan metode dan muatan pendidikan Barat dengan menambah beberapa mata
pelajaran agama Islam, dengan metode dan muatan yang Islami yang berasal dari
zaman klasik yang belum dimodernisasi secara mendasar. Karena penyelenggaran
pendidikan Islam belum mengacu dan mengantisipasi zaman yang sedang berubah,
tetapi hanya menjaga dan melestarikan segala warisan yang bersifat klasik.[1]
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
Biografi Fazlurrahman?
2. Bagaimana
pemetaan pemikiran pendidikan Islam menurut Fazlurahman?
3. Bagaimana
aplikasi pemikiran Fazlurrahman pada Pendidikan Islam di Indonesia?
4. Apa
saja Karya-karya Fazlurahman?
PEMBAHASAN
I.
Biografi Fazlurrahman
Fazlurrahman lahir pada tanggal 21
September 1919 di daeraha Hazara, (Anak Benua India) yang sekarang terletak di
sebelah barat Laut Pakistan. Dididik dalam keluarga Muslim yang taan beragama.
Ayahnya, Maulana Ad-Din, adalah seorang alim terkenal lulusan Deoband. Ayahnya
memperhatikan Rahman dalam mengaji dan menghafal Al-Qur’an, sehingga pada usia
sepuluh tahun telah hafal Al-Qur’an seluruhnya. Pendidikan dalam keluarganya
benar-benar efektif dalam membentuk watak dan kepribadiannya untuk menghadapi
kehidupa nyata.
Hal penting lain yang telah mempengaruhi pemikiran
keagamaan Rahman adalah bahwa dia dididik dalam keluarga dengan tradisi madzhab
Hanafi (sebuah mazhab Sunni yang lebih banyak menggunakan rasio dibanding
Madzhab Sunni lain). Selain itu, di India, ketika itu telah berkembang
pemikiran yang agak liberal seperti Syah Waliullah, Sayid Ahmad Khan, Sir
Sayid, Amin Ali, dan Muhammad Iqbal.
Tahun 2933, Rahman melanjutkan
studinya ke Lahore dan memasuki sekolah modern. Tahun 1940, dia menyelesaikan
B.A nya dalam bidang bahasa Arab pada Universitas Punjab. Kemudian, dua tahun
berikutnya ia berhasil menyelesaikan masternya dalam bidang yang sama ditempat
yang sama.
Tahun 1946, Rahman berangkat ke
Inggris untuk melanjutkan studinya di Universitas Oxford. Di bawah bimbingan
Profesor S. Van dan Bergh dan H.A.R. Gibb, Rhman menyelesaikan program Ph. D
nya pada tahun 1949 dengan disertasi tentang Ibnu Sina. Tahun 1951 disertasi
itu diterbitkan dengan judul Avvecinna’s Psychology.
Rahman menguasai bahasa Latin,
Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab dan Urdu. Setelah itu Rahman mengajar
selama beberapa tahun di Durham University Inggris dan selanjutnya di Institue
of Islamic Studies, McGill University, Canada.
Awal 1960, Rahman pulang ke
Pakistan. Tahun 1962 ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam setelah
sebelumnya ia menjabat sebagai staf di lembaga tersebut selama beberapa saat.
Selama kepemimpinannya, lembaga ini berhasil menerbitkan dua jurnal ilmiah
yaitu Islamic Studies dan Fikru-Nazr (berbahasa Urdu).
Tahun 1964 ditunjuk sebagai
Penasehat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan. Tahun 1969 ia melepas kedua
posisi itu dan diterima sebagai tenaga pengajar di Universitas California Los
Angeles, Amerika. Pada tahun itu juga
menjabat sebagai Guru Besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Departement
of Near Eastern Languages and Civilization, University Chicago. Ia menetap di
Chicago kurang lebih selama delapan belas tahun sampai akhirnya Tuhan
memanggilnya tangggal 26 Juli 1988.[2]
II.
Pemikiran Fazlurrahman tentang
pendidikan Islam
- Pendidikan
Islam dalam Perspektif Sejarah Menurut Fazlurrahman
Pada
tahun awal kenabian wahyu yang turun selalu terkait dengan keimanan. Ini
merupakan kesempatan bagi Nabi untuk meluruskan dan memurnikan aqidah para
pengikutnya. Dengan demikian tujuan pendidikan ketika itu adalah untuk
meluruskan dan memurnikan aqidah para pengikutnya. Metode dilakukan dengan cara
menyampaikan dan menjelaskan wahyu yang telah diterimanya kepada
sahabat-sahabatnya, kalau perlu disertai
tanya jawab dan contoh mengamalkannya.
Setelah
umat Islam berhasil membangun masjid, pendidikan Islam dilakukan di Al-Sufah.
Materi yang diajarkan di tempat ini adalah wahyu yang diterima oleh Rasul, dan
telah dituliskan oleh para penulis wahyu, disamping materi membaca dan menulis.
Gurunya adalah Rasulullah sendiri dan
sahabat-sahabat yang ditunjuk oleh beliau. Tujuan pendidikannya agar dapat
membaca, menulis, memahami dan menghapal, dan mengamalkan wahyu. Tujuan
akhirnya untuk membersihkan hati dan jiwa sahabat sehingga mereka dapat naik
dari tingkat iman ke ikhsan.
Akhirnya,
Rahman menyimpulkan bahwa vitalitas sebuah krya intelektual sangat
tergantung dengan kebebasan intelektual.
Tidak bisa dikatakan bahwa pikiran dapat
bertahan tanpa kebebasan. Sebagaiman sebuah pemikiran, pemikiran Islam juga
memerlukan kebebasan. Sehingga pada tahun 1980, pemerintah mendirikan “Syari’a
University” di Islamabad. Secara mendasar pembaharuan pendidikan Islam
Fazlurrahman dapat dilakukan dengan
menerima pendidikan sekuler modern, kemudian berusaha memasukinya dengan
konsep-konsep Islam. Secara detail, menurut Rahman pembaharuan pendidikan umat
Islam mendesak untuk segera dilakukan
dengan cara :
- Membangkitkan
ideologi umat Islam tentang belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan,
- berusaha mengikis dualisme sistem
pendidikan umat Islam,
- menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan sebagai alat untuk
mengeluarkan pendapat-pendapat yang original,
- pembaharuan di bidang metode pendidikan
Islam, yaitu beralih dari metode mengulang-ulang dan menghapal pelajaran
ke metode memahami dan
menganalisis.
- Pendidikan
Islam menurut Fazlur rahman
Pendidikan
Islam menurut Fazlur rahman bukan sekedar
perlengkapan dan peralatan fisik atau
kuasi fisik pengajaran. Seperti buku yang diajarkan atau struktur
eksternal pendidikan, melainkan sebagai intelektualisme Islam. Karena baginya
hal inilah yang dimaksud dengan esensi pendidikan tinggi Islam. Hal ini
merupakan pertumbuhan suatu pemikiran Islam yang asli dan memadai, dan harus memberikan kriteria
untuk menilai suatu keberhasilan dan
kegagalan sebuah sistem pendidikan
Islam. Pendidikan Islam dapat mencakup dua pengertian besar. Pertama,
pendidikan Islam dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang
dilaksanakan di dunia Islam seperti pakistan,
Mesir, Saudi, Sudan, Iran, Turki, Maroko, dsb. Mulai dari pendidikan dasar
sampai pendidikan tingi. Untuk konteks di Indonesia meliputi pendidikan di
pesantren, di madrasah, dan perguruan tinggi Islam. Bahkan bisa juga pendidikan
agama Islam disekolah (sejak dari dasar
sampai lanjutan atas) dan pendidikan agama di perguruan tinggi umum. Kedua,
pendidikan Islam yang disebut dengan inteletualisme Islam. Lebih dari itu
pendidikan Islam menurut Rahman dapat juga dipahami sebagai proses untuk
menghasilkan manusia (ilmuwan) integratif, yang padanya terkumpul sifat-sifat
yang kritis, kreatif, dinamis, inovatif, progresif, adil, jujur, dsb.
Berdasarkan
Al-Qur’an, tujuan pendidikan menurut Fazlur rahman adalah untuk mengembangkan
manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan yang diperolehnya akan
menjadi organ pada keseluruhan pribadi
yang kreatif, yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber-sumber alam
untuk kebaikan umat manusia dan menciptakan keadilan, kemajuan, dan keteraturan
dunia.
Pendidikan
islam mulai abad pertengahan , menurut fazlur rahman, dilaksanakan secara
mekanis. Oleh karena itu pendidikan islam lebih cendrung pada aspek kognitif
daripada aspek afektif dan psikomotor. Strategi pendidikan islam yang ada pada
masa sekarang , bersifat defentif, yaitu unutk menyelamatkan pemikiran kaum
muslimin dari pencemaran atau kerusakan yang ditimbulkan oleh dampak
gagasan-gagasan barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama
gagasan-gagasan yang mengancam akan rusaknya standar-standar moralitas
tradisional islam.
Pendidikan
islam mengalami berbagai problem. Dalam artikelnya yang berjudul “the Qur’anic
solution of pakistan’s educational problems” disebutkan problem-problem
pendidikan meliputi problem ideologis, dualisme, dan sistem pendidikan, bahasa,
dan problem metode pembelajaran.
Mengenai
problem pertama, rahman menjelaskan sebagai berikut. Orang-orang islam
mempunyai problem ideologis. Mereka tidak dapat mengaitkan efektif pentingnya
pengetahuan dan orientasi ideologinya. Akibatnya masyarakat muslim tidak
mendorong untuk belajar. Tampaknya, mereka tidak mempunyai tujuan hidup. Secara
umum terdapat kegagalan dalam mengaitkan prestasi pendidikan umat islam dengan
amanah ideologi mereka. Masyarakat tidak sadar bahwa mereka berada dibawah
pemerintah moral kewajiban islam untuk menuntut ilmu pengetahuan.
Mengenai
problem kedua, Rahman menjelaskan sebagai berikut “yang terkait dengan yang
pertama ialah bencana besar umat Islam
adanya dualisme, dikotomi dalam sistem pendidikan Islam. Pada suatu sisi
disebut sistem pendidikan ulama yang dilaksanakan madrasah. Begitu tertinggal sehingga hasilnya
betul-betul mengecewakan. Produk dari sistem ini menurut Rahaman tidak dapat
hidup dalam dunia moderen dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.
Kurikulum dan silabinya harus dirubah secara radikal dan mendasar agar dapat
bersaing dalam kehidupan moderen.
Prinsip-prinsip dasar ilmu sosial World view sains modern dan pengantar sejarah
dunia, bersama ilmu-imu humaniora modern
harus dimasukkan dalam silabi untuk menambah disiplin-disiplin spesialis
agama.
Lebih
lanjut Fazlur Rahman menjelaskan akibat dari kondisi ini, yakni pengetahuan
umat Islam secara umum sia-sia., pasif dan tidak kreatif. Sistem madrasah yang
tidak asli dan tidak kreatif ini menjadi paten. Namun sayang, sistem pendidikan
Islam Moderen di dunia Islam pun begitu. Sekarang, umat Islam berada pada abad
pendidikan moderen dan cara belajar mereka
belum mampu menambah nilai
orisinalitas dan investasi pengetahuan dan kemanusiaan.
Problem
ketiga, Rahman mejelaskan sebagai berikut “yang terkait dengan itu adalah
problem lain yang sama pentingnya yaitu problem bahasa. Problem bahasa selalu terkait dengan pendidikan
tinggi dan pemikiran. Kita ini diibaratkan manusia muslim tanpa bahasa. Padahal
konsep murni tidak muncul dalam pemikiran kecuali dilahirkan dengan kata-kata
(bahasa). Akibatnya peniruan dan pengulangan bukan pemikiran original.
- Kritis
dan Kreatif dalam Pendidikan Islam
Proses
pemecahan masalah berlangsung dalam
empat tahap, yaitu :
- tahap
persiapan dimana masalah diselidiki dari segala arah sehingga semua
informasi tentang masalah ditemukan. Kemudian masalah dianalaisis dan
didefinisikan. Proses ini klasifikasi dan penilaian masalah.
- Tahap inkubasi dimana masalah seakan-akan
terbawa tidur, tidak terfikirkan secara sadar dan dinamis, tetapi masalah
itu merasuk ke dalam pikiran yang nantinya akan mengalir keluar dalam
wujud iluminasi kreatif.
- Tahap ketiga disebut dengan tahap
iluminasi. Dimana ide atau kesimpulan baru muncul tidak terduga, dan
- Usaha sadar dilakukan untuk mencoba
menentukan kesahihan dari kesimpulan yang di dapat tadi sesuai dengan
kriteria atau aturan-aturan ilmiah, baik menggunakan langkah-langkah
logika maupun eksperiment.
Dalam
pemecahan masalah ini membutuhkan dua
kategori pengetahuan, yaitu :
- pengetahuan
konseptual yang meliputi konsep, hukum, definisi dan teori
- pengetahuan prosedural yang digunakan
untuk memecahkan maslah sejak dari mengumpulkan informasi sampai pada
melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah.
Pada
awalnya sifat kritis dan kreatif yang diperlukan adalah yang memungkinkan peserta didik berani dan
memiliki rasa percaya diri ntuk memahami wahyu secara langsung. Mereka tidak
lagi menganggap bahwa hasil pemhaman ulama terhadap wahyu, pada masa lalu itu merupakan hasil yang sudah
final yang pasti mujarab untuk mendiagnosis permasalahan-permasalahan sekarang
dan yang akan datang.
Tujuan
dikembangkannya daya kritis dan kreatif dalam pendidikan islam adalah untuk
menghasilkan output yang kritis dan kreatif atau dengan kata lain, pendidikan
Islam harus mengembangkan anak didik yang kritis dan kreatif. Anak didik yang
kritis dan kreatif paling tidak memiliki tiga cri yang menonjol yaitu :
- mempunyai
pemikiran asli atau original
- mempunyai keluwesan , dan
- menunjukkan kelancaran proses berpikir
Fazlur
Rahman yakin betul bahwa jika umat Islam dewasa ini dapat menerapkan metode
double movement dalam pendidikan mereka, niscaya mereka dapat melahirkan
ilmuwan-ilmuwan yang kritis dan inovatif. Ilmuwan yang demikian itu akan dapat
memberikan alternatif solusi atas berbagai problem hidup yang mereka hadapi
secara mendasar. Sehingga tidak mustahil suatu ketika nanti akan menjadi
kenyataan kembali bahwa Islam menjadi rahmat bagi alam semesta.
Materi
pembelajaran harus menampilkan isi yang dapat membentuk subjek didik yang
kreatif. Untuk memenuhi hal tersebut, materi dari kurikulum harus memenuhi tiga prinsip yaitu prinsip
filosofis, psikiologis dan sosiologis.
Prinsip
filosofis memberikan arah dan tujuan yang akan dicapai oleh pendidikan Islam
dengan dasar filosofis sehingga susunan kurikulum mengandung suatu kebenaran,
terutama kebenaran di bidang nilai sebagai pandangan hidup yng diyakini dari
suatu kebenaran.
Prinsip
psikiologis berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap
kematangan, bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi, kebutuhan-kebutuhan,
keinginan-keinginan, minat, kecakapan, perbedaan individu, faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan, proses belajar, pengamatan terhadap sesuatu, dll.
Prinsip ini terbagi atas dua macam yaitu psikologi belajar dan psikologi anak
didik.
Prinsip
sosiologis bahwa kurikulum pendidikan Islam memegang peranan penting terhadap
penyamapaian perkembangan kebudayaan, proses sosialsiasi peserta didik dan
dalam rekonstruksi msyarakat. Di samping itu, pronsip tersebut untuk memberikan
bekal pada subjek didik agar siap berkorban demi membela aqidah dan agar dapat
mempunyai kemahiran kerja dalam masyrakat tempat tinggal subjek didik kelak.
Usaha
menciptakan kondisi yang kondusif bagi proses mental berani yang meliputi lima
kondisi yaitu :
- bebas dari rasa terancam karena gagasannya
- tumbuhnya kesadaran diri
- diverensiasi diri yakni memandang
berbeda dari orang lain
- adanya
tenggang rasa dan saling menghargai
- hubungan saling menguntungkan antar
pribadi.
Agar
menjadi lebih kratif siswa perlu dibantu untuk :
1. menciptakan
rasa aman untuk mengekspresikan kreativitasnya
2. mengakui dan menghargai gagasan-gagasan
3. menjadi pendorong bagi mereka untuk mengkomunikasikan dan mewujudkan
gagasan-gagasannya
4. membantu mereka memehami divergensinya dalam
berpikir dan bersikap, dan bukan malah menghukumnya
5. memberikan peluang untuk mengonsumsikan
gagasannya
6. memberikan informasi mengenai peluang-peluang
yang tersedia.
- Aplikasi
Pemikiran Fazlur Rahman pada Pendidikan Islam di Indonesia
Pendidikan
Islam di Indonesia dapat dibedakan ke dalam dua tingkatn yaitu pendidikan
dasar-menengah Islam, dan pendidikan tinggi Islam. Kemudian pendidikan
dasar-menengah Islam di Indonesia dapat dibedakan lagi ke dalam tiga jenis
yaitu pesanteren, sekolah, dan madrasah. Masing-masing dari ketiganya memiliki keunggulan, disamping kelemahan.
Pada umunya pesantren unggul di bidang ilmu-ilmu agama, tetapi lemah di bidang
ilmu-ilmu umum, sebaliknya sekolah lemah di bidang ilmu-ilmu agama tetapi
unggul di bidang ilmu-ilmu umum. Madrasah didirikan untuk menampung keunggulan
pesantren dan sekolah, di samping untuk menghilangkan kelemahan dari keduanya.
Akan tetapi, kenyataan menunjukkan sebaliknya, keculai beberapa madrasah.
Lebih
dari itu, realitas menunjukkan bahwa
ketiga jenis lembaga pendidikan dasar menengah tersebut, msing-masing mengidap
penyakit yang sangat kronis. Misalnya pesantren diterpa stigma ekslusif,
literal, radikal, fundamental, teroris, dsb. Pendidikan Agama Islam di sekolah
selalu kebanjiran kritik bahwa model PAI-nya terlalu normatif, kognitif
oriented, dsb. Madrasah lebih parah
lagi; lembaga pendidikan yang tidak diperhitungkan, kulitasnya sangat
memprihatinkan ; bagaimana bisa brkulaitas tinggi, sedangkan 70% gurunya mismatch
(guru mengajar tidak sesuai dengan disiplin ilmunya misalnya lulusan PAI
mengajar bahsa Ingris, lulusan Syari’ah mengajar matematika, dsb). Dengan
demikian, persoalannya menjadi jelas yaitu bagaimana aplikasi pemikiran
pendidikan Fazlur Rahman pada pesantren, sekolah, dan madrasah, serta di lembaga pendidikan
tinggi Islam di Indonesia.
Pendidikan
tinggi Islam di Indonesia, menurut Zamroni, masih merupakan impian belaka pendidikan
Islam dalam realitas, baru merupakan;
1.
Pendidikan tinggi yang diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga Islam
2. Pendidikan Agama Islam
yang disampaikan dalam perguruan tinggi dan
3. Perguruan tinggi yang bertujuan menghasilkan
peseerta didik yang berakhlak mulia.[3]
III.
IV.
Karya Fazlur Rahman
Dua pertemuan sistem edukasi, pendidikan tradisional
islam di Pakistan dan pendidikan modern di Barat menghantarkan fazlur Rahman
menjadiintelektual muslimyang cukup produktif. Ia tak kurang telah menghasilkan
lima buah buku selain disertasi doktoralnya, dan 50 artikel yang dimuat di
beberapa jurnal internasional.[4]
Berikut
ini merupakan buku-buku karya Fazlur Rahman yang diberi ulasan secara singkat
mengenai isinya :[5]
1. Prophecy
in Islam: Philosophi and Orthodoxy, merupakan karya orisinal Fazlur
Rahman yang dilandasi oleh rasa keprihatinannya atas kenyataan bahwa sarjana-sarjana Muslim modern kurang menaruh minat dan perhatian terhadap dokrin-dokrin kenabian.
Rahman yang dilandasi oleh rasa keprihatinannya atas kenyataan bahwa sarjana-sarjana Muslim modern kurang menaruh minat dan perhatian terhadap dokrin-dokrin kenabian.
2. Islamic
Methodology in History. Karya ini membahas konsep sunnah,
ijtihad, dan ijma’. Inti sari dari buku tersebut adalah bahwa dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran dari otoritas sunnah Nabi menjadi sunnah yang hidup dan akhirnya menjadi hadits. Sunnah Nabi merupakan sunnah yang ideal. Sunnah yang hidup merupakan interpretasi dan implementasi kreatif para Sahabat dan Tabi’in terhadap sunnah ideal tersebut, sedangkan hadits merupakan upaya penuturan sunnah dalam suatu catatan. Dari sunnah tersebut, ia ingin membangun kembali mekanisme “Sunnah Ijtihad Ijma”.
ijtihad, dan ijma’. Inti sari dari buku tersebut adalah bahwa dalam perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran dari otoritas sunnah Nabi menjadi sunnah yang hidup dan akhirnya menjadi hadits. Sunnah Nabi merupakan sunnah yang ideal. Sunnah yang hidup merupakan interpretasi dan implementasi kreatif para Sahabat dan Tabi’in terhadap sunnah ideal tersebut, sedangkan hadits merupakan upaya penuturan sunnah dalam suatu catatan. Dari sunnah tersebut, ia ingin membangun kembali mekanisme “Sunnah Ijtihad Ijma”.
3. Al-Islam.
Buku ini merupakan upaya Fazlur Rahman dalam menyajikan sejarah
perkembangan Islam secara umum selama empat belas abad keberadaan Islam. Secara epistemologis Fazlur Rahman berhasil menggabungkan pendekatan historis dan normatif menjadi metode yang sistematis dan komprehensif untuk memahami al-Qur’an, yang pada akhirnya disempurnakan menjadi metode suatu gerakan ganda (double movement).
perkembangan Islam secara umum selama empat belas abad keberadaan Islam. Secara epistemologis Fazlur Rahman berhasil menggabungkan pendekatan historis dan normatif menjadi metode yang sistematis dan komprehensif untuk memahami al-Qur’an, yang pada akhirnya disempurnakan menjadi metode suatu gerakan ganda (double movement).
4. Mayor
Themes of Qur’an. Buku ini berisi delapan tema pokok al-Qur’an, yaitu Tuhan,
Manusia sebagai Individu, Manusia sebagai anggota Masyarakat, alam semesta,
kenabian dan wahyu, eskatologi, setan dan kejahatan, serta lahirnya masyarakat
muslim. Melalui karya ini Fazlur Rahman berhasil membangun suatu landasan
filosofis yang tegar untuk perenungan kembali makna dan pesan al-Qur’an bagi
kaum muslimin komtemporer.
5. Islam
and Modernity: Transformation of an Intelektual Tardition. Dalam buku ini
Fazlur Rahman berbicara tentang pendidikan Islam dalam perspektif sejarah
dengan al-Qur’an sebagai kriterium penilai. Menurutnya, yang dimaksud
pendidikan bukanlah suatu perlengkapan, peralatan-peralatan fisik ataupun
struktur eksternal pendidikan, melainkan intelektualisme Islam, sebab itu
merupakan esensi dari pendidikan Islam sebagai suatu pertumbuhan pemikiran
Islam yang asli dan memadai, yang harus memberikan kriteria untuk menilai
keberhasilan atau kegagalan suatu sistem pendidikan Islam.
V.
Pemikiran Fazlur Rahman tentang
Pendidikan
Dalam
proses rekonstruksi Islam ini Fazlur Rahman merumuskan sebuah konsep
pendidikan,
1. Tujuan
Pendidikan
Pendidikan Islam bertujuan pada terbentuknya
kepribadian muslim, kematangan dan integritas pribadi. Menurut Fazlur Rahman,
untuk melakukan perubahan maka yang harus dilakukan ialah :
a. Pendidikan
Islam harus diorientasikan kepada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus
bersumber dari Al-Qur’an. Fazlur Rahman mengatakan bahwa tujuan pendidikan
dalam pandangan al-Qur’an ialah untuk mengembangkan kemampuan inti manusia
dengan cara sedemikian rupa sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang diperolehnya
akan menyatu dengan kepribadian kreatifnya.
b. Beban
psoikologis umat Islam dalam menghadapi Barat harus segera dihilangkan. Untuk
itu ia menganjurkan agar dilakukan kajian Islam menyeluruh secara historis dan
sistematis mengenai perkembangan disiplin-disiplin ilmu Islam, seperti teologi,
hukum, etika, hadits, ilmu sosial dan cabang keilmuan lainnya. Sebab, hal
inilah yang memberi kontinuitas kepada wujud intelektualitas dan spiritual
masyarakat.
2. Sistem
Pendidikan
Sistem pendidikan Islam yang dikotomis, yakni
memisahkan antara ilmuy-ilmu agama dengan umum sangat tidak menguntungkan
bahkan berakibat pada kemunduran Islam. Maka, menurut Fazlur Rahman, solusi
untuk keluar dari kemelut sistem pendidikan Islam yang dikotomis ialah dengan
menghilangkan dikotomi sistem pendidikan islam dengan cara mengintegrasikan
antara ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum secara menyeluruh, sebab pada
dasarnya ilmu pengetahuan itu terintegrasi dan tidak dapat dipisah-pisahkan.
3. Kurikulum
dan Sarana Pendidikan
Kemerosotan gradual standar-standar akademis dalam
sejarah pendidikan islam disebabkan oleh sedikitnya literatur yang ada di
perpustakaan dan buku-buku yang tercantum dalam kurikulim. Selain itu, waktu
yang ditempuh dalam proses akademis terlalu singkat bagi para siswa/mahasiswa
untuk menguasai materi pelajaran yang “kenyal” dan terlalu banyak sehingga
seringkali segi-segi tinggi ilmu keagamaan yang diajarkan sulit dipahami pada
usia yang relatif muda dan belum matang.
Hal tersebut membawa konsekuensi pada proses belajar
yang lebih banyak bersifat studi tekstual buku-buku daripada memahaminya,
sehingga menjadikan proses belajar ialah untuk menghafal, bukan untuk
mendapatkan kepahaman. Untuk itu, pembenahan kurikulum dan sarana pendidikan
untuk meningkatkan pemahaman intelektualisme dan riset merupakan sesuatu yang
urgen. Penambahan kepustakaan dan perpustakaan serta perubahan kurikulum yang
mengarah pada kurikulum dialogis adalah hal yang harus dilakukan.[6]
[1] Hujair Ah.
Sanaky, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Konsep Pendidikan Tinggi Islam, dalam
http://sanaky.com diakses pada 3 desember 2012 pukul 06.34 WIB.
[2] Hal.
70-71
[3] Sutrisno,
hal.
[4] Muhaimin,
dkk., Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman : studi Kritis Pembaharuan
Pendidikan Islami (Cirebon: Dinamika, 1999), hlm. 21.
[5] Moh. Sholeh, Pemikiran
dan Karya Fazlur Rahman, dalam http://id.shvoong.com, diakses pada
3 desember 2012 pukul 06.34 WIB.
[6] Mahbub Sufyan,
Konsep Transformasi Pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman, (Yogyakarta
: Fakultas Tarbiyah jurusan kependidikan Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2005), hlm. 66-69.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar